Selasa, 27 Oktober 2015

Sistem Sensori Persepsi

ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM PERSEPSI-SENSORI
ANATOMI DAN FISIOLOGI MATA
Kelopak Mata
Kelopak atau palpebra mempunyai fungsi melindungi bola mata, serta mengeluarkan sekresi kelenjarnya yang membentuk film air mata di depan komea. Palpebra merupakan alat menutup mata yang berguna untuk melindungi bola mata terhadap trauma, trauma sinar dan pengeringan bola mata.Dapat membuka diri untuk memberi jalan masuk sinar kedalam bola mata yang dibutuhkan untuk penglihatan.Pembasahan dan. pelicinan seluruh permukaan bola mata terjadi karena pemerataan air mata dan sekresi berbagai kelenjar sebagai akibat gerakan buka tutup kelopak mata. Kedipan kelopak mata sekaligus menyingkirkan debu yang masuk.
Kelopak mempunyai lapis kulit yang tipis pada bagian depan sedang di bagian belakang ditutupi selaput lendir tarsus yang disebut konjungtiva tarsal. Gangguan penutupan kelopak akan mengakibatkan keringnya permukaan mata sehingga terjadi keratitis et lagoftalmos.
Pada kelopak terdapat bagian-bagian :
1. Kelenjar seperti : kelenjar sebasea, kelenjar Moll atau kelenjar keringat, kelenjar Zeis pada pangkal rambut, dan kelenjar Meibom pada tarsus.
2. Otot seperti : M. orbikularis okuli yang berjalan melingkar di dalam kelopak atas dan bawah, dan terletak di bawah kulit kelopak. Pada dekat tepi margo palpebra terdapat otot orbikularis okuli yang disebut sebagai M. Rioland. M. orbikularis berfungsi menutup bola mata yang dipersarafi N. facial M. levator palpebra, yang berorigo pada anulus foramen orbita dan berinsersi pada tarsus atas dengan sebagian menembus M. orbikularis okuli menuju kulit kelopak bagian tengah. Bagian kulit tempat insersi M. levator palpebra terlihat sebagai sulkus (lipatan) palpebra. Otot ini dipersarafi oleh n. III, yang berfungsi untuk mengangkat kelopak mata atau membuka mata.
3. Di dalam kelopak terdapat tarsus yang merupakan jaringan ikat dengan kelenjar di dalamnya atau kelenjar Meibom yang bermuara pada margo palpebra.
4. Septum orbita yang merupakan jaringan fibrosis berasal dari rima orbita merupakan pembatas isi orbita dengan kelopak depan.
5. Tarsus ditahan oleh septum orbita yang melekat pada rima orbita pada seluruh lingkaran pembukaan rongga orbita. Tarsus (terdiri atas jaringan ikat yang merupakan jaringan penyokong kelopak dengan kelenjar Meibom (40 bush di kelopak atas dan 20 pada kelopak bawah).
6. Pembuluh darah yang memperdarahinya adalah palpebra.
7. Persarafan sensorik kelopak mata atas didapatkan dari ramus frontal N.V, sedang kelopak bawah oleh cabang ke II saraf ke V.
Konjungtiva tarsal yang terletak di belakang kelopak hanya dapat dilihat dengan melakukan eversi kelopak. Konjungtiva tarsal melalui forniks menutup bulbus okuli. Konjungtiva merupakan membran mukosa yang mempunyai sel Goblet yang menghasilkan musin.
Sistem Lakrimal
Sistem sekresi air mata atau lakrimal terletak di daerah temporal bola mata. Sistem ekskresi mulai pada pungtum lakrimal, kanalikuli lakrimal, sakus lakrimal, duktus nasolakrimal, meatus inferior.
Sistem lakrimal terdiri atas 2 bagian, yaitu :
1. Sistem produksi atau glandula lakrimal. Glandula lakrimal terletak di temporo antero superior rongga orbita.
2. Sistem ekskresi, yang terdiri atas pungtum lakrimal, kanalikuli lakrimal, sakus lakrimal dan duktus nasolakrimal. Sakus lakrimal terletak di¬bagian depan rongga orbita. Air mata dari duktus lakrimal akan mengalir ke dalam rongga hidung di dalam meatus inferior.
Film air mata sangat berguna untuk kesehatan mata. Air mata akan masuk ke dalam sakus lakrimal melalui pungtum lakrimal. Bila pungtum lakrimal tidak menyinggung bola mata, maka air mata akan keluar melalui margo palpebra yang disebut epifora. Epifora juga akan terjadi akibat pengeluaran air mata yang berlebihan dari kelenjar lakrimal.
Untuk melihat adanya sumbatan pada duktus nasolakrimal, maka sebaiknya dilakukan penekanan pada sakus lakrimal. Bila terdapat penyumbatan yang disertai dakriosistitis, maka cairan berlendir kental akan keluar melalui pungtum lakrimal.
Konjungtiva
Konjungtiva merupakan membran yang menutupi sklera dan kelopak bagian belakang.3 Bermacam-macam obat mata dapat diserap melalui konjungtiva ini. Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel Goblet. Musin bersifat membasahi bola mata terutama kornea
Selaput ini mencegah benda-benda asing di dalam mata seperti bulu mata atau lensa kontak (contact lens), agar tidak tergelincir ke belakang mata. Bersama-sama dengan kelenjar lacrimal yang memproduksi air mata, selaput ini turut menjaga agar cornea tidak kering.
Konjungtiva terdiri atas tiga bagian, yaitu :
1. Konjungtiva tarsal yang menutupi tarsus, konjungtiva tarsal sukar digerakkan dari tarsus.
2. Konjungtiva bulbi menutupi sklera dan mudah digerakkan dari sklera di bawahnya.
3. Konjungtiva fornises atau forniks konjungtiva yang merupakan tempat peralihan konjungtiva tarsal dengan konjungtiva bulbi. Konjungtiva bulbi dan forniks berhubungan dengan sangat longgar dengan jaringan di bawahnya sehingga bola mata mudah bergerak.
Bola Mata
Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm. Bola mata di bagian depan (kornea) mempunyai kelengkungan yang lebih tajam sehingga terdapat bentuk dengan 2 kelengkungan yang berbeda. 
Bola mata dibungkus oleh 3 lapis jaringan, yaitu :
1. Sklera merupakan jaringan ikat yang kenyal dan memberikan bentuk pada mata, merupakan bagian terluar yang melindungi bola mata. Bagian terdepan sklera disebut kornea yang bersifat transparan yang memudahkan sinar masuk ke dalam bola mata. Kelengkungan kornea lebih besar dibanding sklera.
2. Jaringan uvea merupakan jaringan vaskular. Jaringan sklera dan uvea dibatasi oleh ruang yang potensial mudah dimasuki darah bila terjadi perdarahan pada ruda paksa yang disebut perdarahan suprakoroid.Jaringan uvea ini terdiri atas iris, badan siliar, dan koroid. Pada iris didapatkan pupil yang oleh 3 susunan otot dapat mengatur jumlah sinar masuk ke dalam bola mata. Otot dilatator dipersarafi oleh para¬simpatis, sedang sfingter iris dan otot siliar di persarafi oleh parasim¬patis. Otot siliar yang terletak di badan siliar mengatur bentuk lensa untuk kebutuhan akomodasi.
Badan siliar yang terletak di belakang iris menghasilkan cairan bilik mata (akuos humor), yang dikeluarkan melalui trabekulum yang terletak pada pangkal iris di batas kornea dan sklera.
3. Lapis ketiga bola mata adalah retina yang terletak paling dalam dan mempunyai susunan lapis sebanyak 10 lapis yang merupakan lapis membran neurosensoris yang akan merubah sinar menjadi rangsang¬an pada saraf optik dan diteruskan ke otak. Terdapat rongga yang potensial antara retina dan koroid sehingga retina dapat terlepas dari koroid yang disebut ablasi retina.
Badan kaca mengisi rongga di dalam bola mata dan bersifat gelatin yang hanya menempel pupil saraf optik, makula dan pars plans. Bila terdapat jaringan ikat di dalam badan kaca disertai dengan tarikan pada retina, maka akan robek dan terjadi ablasi retina.
Lensa terletak di belakang pupil yang dipegang di daerah ekuator¬nya pada badan siliar melalui Zonula Zinn. Lensa mata mempunyai peranan pada akomodasi atau melihat dekat sehingga sinar dapat difokuskan di daerah makula lutea.
Terdapat 6 otot penggerak bola mata, dan terdapat kelenjar lakrimal yang terletak di daerah temporal atas di dalam rongga orbita.
Sklera
Bagian putih bola mata yang bersama-sama dengan kornea merupa¬kan pembungkus dan pelindung isi bola mata. Sklera berjalan dari papil saraf optik sampai kornea.1 Sklera sebagai dinding bola mata merupakan jaringan yang kuat, tidak bening, tidak kenyal dan tebalnya kira-kira 1 mm.
Sklera anterior ditutupi oleh 3 lapis jaringan ikat vaskular. Sklera mem¬punyai kekakuan tertentu sehingga mempengaruhi pengukuran tekanan bola mata.1 Dibagian belakang saraf optik menembus sklera dan tempat tersebut disebut kribosa. Bagian luar sklera berwarna putih dan halus dilapisi oleh kapsul Tenon dan dibagian depan oleh konjungtiva. Diantara stroma sklera dan kapsul Tenon terdapat episklera. Bagian dalamnya berwarna coklat dan kasar dan dihubungkan dengan koroid oleh filamen-filamen jaringan ikat yang berpigmen, yang merupakan dinding luar ruangan suprakoroid.
Kekakuan sklera dapat meninggi pada pasien diabetes melitus, atau merendah pada eksoftalmos goiter, miotika, dan meminum air banyak.
Kornea
Kornea (Latin cornum = seperti tanduk) adalah selaput bening mata, bagian selaput mata yang tembus cahaya, merupakan lapis jaringan yang menutup bola mata sebelah depan dan terdiri atas lapis :
1. Epitel
a) Tebalnya 50 pm, terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang sating tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel poligonal dan sel gepeng.
b) Pada sel basal Bering terlihat mitosis sel, dan sel muds ini ter¬dorong ke depan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel basal di sampingya dan sel poligonal di depannya melalui des¬mosom dan makula okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit, dan glukosa yang merupakan barrier.
c) Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat kepada¬nya. Bila terjadi gangguan akan mengakibatkan erosi rekuren.
d) Epitel berasal dari ektoderm permukaan.
Membran Bowman
a) Terletak di bawah membran basal epitel komea yang merupakan kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma.
b) Lapis ini tidak mempunyai daya regenerasi
Stroma
Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu dengan lainnya, pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang di bagian perifer serat kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan. Keratosit merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblas terletak di antara serat kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam perkem¬bangan embrio atau sesudah trauma.
Membran Descement
a) Merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang stroma komea dihasilkan sel endotel dan merupakan membran basalnya.
b) Bersifat sangat elastik dan berkembang terns seumur hidup, mempunyai tebal 40 µm.
EndotelBerasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar 20-40 pm. Endotel melekat pada membran descement melalui hemi¬desmosom dan zonula okluden.
Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf siliar longus, saraf nasosiliar, saraf ke V saraf siliar longus berjalan suprakoroid, masuk ke dalam stroma kornea, menembus membran Bow¬man melepaskan selubung Schwannya. Seluruh lapis epitel dipersarafi sampai pada kedua lapis terdepan tanpa ada akhir saraf. Bulbul Krause untuk sensasi dingin ditemukan di daerah limbus. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah limbus terjadi dalam waktu 3 bulan.
Trauma atau penyakit yang merusak endotel akan mengakibatkan sistem pompa endotel terganggu sehingga dekompensasi endotel dan terjadi edema kornea. Endotel tidak mempunyai daya regenerasi.
Kornea merupakan bagian mata yang tembus cahaya dan menutup bola mata di sebelah depan. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea, dimana 40 dioptri dari 50 dioptri pembiasan sinar masuk kornea dilakukan oleh kornea.
Uvea
Walaupun dibicarakan sebagai isi, sesungguhnya uvea merupakan dinding kedua bola mata yang lunak, terdiri atas 3 bagian, yaitu iris, badan siliar, dan koroid.
Pendarahan uvea dibedakan antara bagian anterior yang diperdarahi oleh 2 buah arteri siliar posterior longus yang masuk menembus sklera di temporal dan nasal dekat tempat masuk saraf optik dan 7 buah arteri siliar anterior, yang terdapat 2 pada setiap otot superior, medial inferior, satu pada otot rektus lateral. Arteri siliar anterior dan posterior ini ber¬gabung menjadi satu membentuk arteri sirkularis mayor pada badan siliar. Uvae posterior mendapat perdarahan dari 15 – 20 buah arteri siliar posterior brevis yang menembus sklera di sekitar tempat masuk saraf optik.
Persarafan uvea didapatkan dari ganglion siliar yang terletak antara bola mata dengan otot rektus lateral, 1 cm di depan foramen optik, yang menerima 3 akar saraf di bagian posterior yaitu :
1. Saraf sensoris, yang berasal dari saraf nasosiliar yang mengandung serabut sensoris untuk komea, iris, dan badan siliar.
2. Saraf simpatis yang membuat pupil berdilatasi, yang berasal dari saraf simpatis yang melingkari arteri karotis; mempersarafi pembuluh darah uvea dan untuk dilatasi pupil.
3. Akar saraf motor yang akan memberikan saraf parasimpatis untuk mengecilkan pupil.
P ada ganglion siliar hanya saraf parasimpatis yang melakukan sinaps. Iris terdiri atas bagian pupil dan bagian tepi siliar, dan badan siliar terletak antara iris dan koroid. Batas antara korneosklera dengan badan siliar belakang adalah 8 mm temporal dan 7 mm nasal. Di dalam badan siliar terdapat 3 otot akomodasi yaitu longitudinal, radiar, dan sirkular.
Ditengah iris terdapat lubang yang dinamakan pupil, yang mengatur banyak sedikit¬nya cahaya yang masuk kedalam mata. Iris berpangkal pada badan siliar dan memisahkan bilik mata depan dengan bilik mata belakang. Permukaan depan iris warnanya sangat bervariasi dan mempunyai lekukan-lekukan kecil terutama sekitar pupil yang disebut kripti.
Badan siliar dimulai dari basis iris kebelakang sampai koroid, yang terdiri atas otot-otot siliar dan proses siliar.
Otot-otot siliar berfungsi untuk akomodasi. Jika otot-otot ini berkontraksi ia menarik proses siliar dan koroid kedepan dan kedalam, mengendorkan zonula Zinn sehingga lensa menjadi lebih cembung.
Fungsi proses siliar adalah memproduksi Humor Akuos.
Koroid adalah suatu membran yang berwarna coklat tua, yang letaknya diantara sklera dan. retina terbentang dari ora serata sampai kepapil saraf optik. Koroid kaya pembuluh darah dan berfungsi terutama memberi nutrisi kepada retina.
Pupil
Pupil merupakan lubang ditengah iris yang mengatur banyak sedikitnya cahaya yang masuk.
Pupil anak-anak berukuran kecil akibat belum berkembangnya saraf simpatis. Orang dewasa ukuran pupil adalah sedang, dan orang tua pupil mengecil akibat rasa silau yang dibangkitkan oleh lensa yang sklerosis.
Pupil waktu tidur kecil , hal ini dipakai sebagai ukuran tidur, simulasi, koma dan tidur sesungguhnya. Pupil kecil waktu tidur akibat dari :
1 Berkurangnya rangsangan simpatis
2 Kurang rangsangan hambatan miosis

Anatomi Fisiologi Hidung
ANATOMI
1 Hidung Bagian Luar
Kerangka bagian luar hidung terdiri dari unsur tulang dan kartilago. Sepasang ossa nasalia yang menjadi penentu pangkal hidung bersendi di bagian atas dengan ossa frontalia dan ke lateral dengan processus nasalis ossis maxilaris. Konfigurasi bagian hidung lainnya terbentuk dari empat kartilago hidung bagian luar. Dua kartilago lateral bagian atas bersendi di garis tengah dengan bagian dorsal septum nasi, dan dua kartilago lateral bagian bawah membentuk struktur ujung hidung. Collumella dibentuk dari crurae medialis kedua kartilago bagian bawah.
a Suplai Darah
Hidung luar menerima suplai darah utama dari cabang-cabang arteria facialis dan anastomosis-anastomosis-nya dengan arteria infraorbitalis dan arteri supraorbitalis serta supratrochlearis. Darah vena dari hidung luar mengalir melalui vena facialis anterior dan posterior ke dalam sistem jugularis interna dan melalui vena angularis yang berhubungan dengan vena orbitalis dan opthalmica yang bermuara ke dalam sinus cavernosus. Terdapat hubungan-hubungan vena di sebelah dalam antara vena infraorbitalis dan plexus venosus pterygoideus. Vena di bagian wajah ini tidak mempunyai katup; dengan demikian, infeksi di daerah ini cenderung menyebar lebih cepat ke arah sentral daripada ke daerah tubuh lainnya.
b Persarafan
Persarafan ke hidung luar berasal dari cabang-cabang terminal N. Trigeminus (N V), yakni N. Infratochlearis (V1), N. Nasalis externus (cabang ethmoidalis anterior V1), N. Infraorbitalis (V2)
2 Hidung Bagian Dalam
Bagian dalam hidung dibagi menjadi dua rongga oleh septum nasi. Septum ini terdiri dari dua tulang di bagian posterior (lempeng yang tegak lurus dengan ethmoid dan vomer) dan karilago septum bersegi empat di belah anterior. Seluruh septum berada di dalam bungkus mukoperikondrial dan mukoperiostial yang bersambung lapisan lain dasar hidung dan dinding lateral. Dinding lateral hidung mempunyai anatomi yang rumit. Yang paling menonjol adalah concha superior, media, dan inferior (kadangkala ada concha keempat, yaitu choncha suprema). Conchal inferior adalah concha yang terbesar dan kaya pembuluh darah. Concha media kaya kelenjar mukosa dan sering mengandung sel-sel udara. Meati nasales diberi nama sesuai dengan concha yang berada diatasnya. Di meatus inferior, terdapat muara ductus nasolacrimalis. Di meatus medius terdapat ostia sinus maxillaris, frontalis, dan ethmoidus anterior. Sel-sel ethmoidus anterior dan sinus sphenoideus bermuara ke dalam meatus superior atau recessus sphenoethmoideus.
a Suplai Darah
Suplai darah hidung sebelah dalam berasal dari sistem arteri karotis eksterna dan internal. Pembuluh darah yang paling sering menimbulkan epistaksis (area Kiesselbach) di septum nasi anterior merupakan cabang termonbal arteri ethmoidalis anterior dan superior, cabang septalis arteri sphenopalatina, cabang-cabang dari arteri nasopalatina, dan cabang terminal a. Labialis superior. Dinding lateral hidung mendapatsuplai darah dari arteriae ethmodiales dan cabang nasal lateral r.sphenopalatinus a.maxillaris internae. Drainase vena hidung bagian dalam seperti hidung bagian luar dapat mengalrkan darah ke sistem fasial,oftalmik, dan sistem pterigoid. Kecuali penciuman, sensasi di hidung sebelah dalam dihantarkan oleh cabang dari cabang pertama dan kedua n.tregeminus. serabut simpatis yang mempersyarafi pembuluh darah di dalam hidung berasal dari plexus caroticus yang berjalan bersama dengan n.carotis externus dan dari bagian petrosus profundus n.vidianus. serabut parasimpatis pasca ganglion yang mempersarafi kelenjar sekretorik didalam hidung mempunyai badan sel di dalam ganglion sphenopalatinum dan serabut praganglion berjalan bersama dengan n.vidianus. dibawah kondisi normal, hidung dilapisi oleh epitel pernapasan yang merupakan epitel bertingkat, bersilia, dan kolumnar.
Sinus paranasal adalah ruang berisi udara berpasangan yang dilapisi oleh membran mukosa. Sinus tersebut berkembang sebagi kantong-kantong keluar dari membran mukosa hidung dengan kecepatan perkembangan yang berbeda selama masa bayi dan kanak-kanak. Sinus maxillaris adalah sinus yang terbesar dan terletak didalam maxilla tepat dibawah orbita. Sinus ethmoidales yan berjumlah lebih banyak terletak disebelah medial orbita dan dipisahkan oleh lamina papyraceayang tipis. Sinus ethmoidales di bagi menjadi banyak sel oleh jaringan-jaringan septa tulang yang kecil0kecil. Sinus frontales terletak disebalah anterior dan diatas sinus ethmoidales dan dpisahkan oleh sebuah septum. Dibelakang sinus ethmoidales , posterior terdapat sinus sphenoidales yang biasanya di bagi secara tidak sebanding oleh sebuah septum. Struktur-struktur vital yang berkaitan erat dengan sinus sphenoidales antara lain kelenjar hipofisis tang terletak disebelah posterosuperior dan arteriae carotis internae dan nn.optici yang terletak disebelah lateral .
FISIOLOGI
Empat fungsi vital hidung adalah penghidu, pengendali suhu, pengendali kelembapan dan filtrasi partikel.
1. Penghidu 
Proses penghidu berlangsung melalui rambut-rambut sensorik N I, yang menembus lamina cribrosa. Sekalipun dapat terjadi beberapa gangguan penhidu, penebab anosmia tersering (tidak ada sensasi menghidu) adalah hanya obstruksi hidung, sederhana seperti yang terjadi pada influenza atau poliposis hidung yang menghalangi aliran udara untuk mencapai daerah penghidu
2. Pengendali suhu udara
Pengendali suhu udara yag dihirup diatur ketika udara melewati permukaan cochae yang luas. Jaringan kapiler yang banyak terdapat dalam jaringan semierektil memungkinkan pertukaran kalori yang efektif. Beberapa pun suhu yang dihirup didalam nasofaring jarang berfluktuasi lebih dari 30 F dari suhu tubuh normal.
3. Pengendali kelembapan 
Selimut mukosa yang padat yang dibentuk oleh kelenjar mukosa yang sangat banyak di dalam mukosa hidung memungkinkan pelembapan udara yang dihirup secara konstan. Diperkirakan sebanyak 1 liter cairan hilang melalui hidung sepanjang bernapas selama 24 jam.
4. Filtrasi partikel 
Sistem mukosiliar hidung membetikan fungsi filtrasi yang melindungi terhadap bahan artikel yang terhirup. Kelenjar submukosa dan sel-sel goblet di epitel pernapasa memasok mukus yang mengalir terus-menerus sehingga membentuk selimut kental (menghasilkan lebih dari 1 liter setiap hari). pH sekret tetap konstan pada angka 7 dan juga mengandung lisozim dan mensekresi imunoglobulin IgA. Pergerakan ritmik silia epitel mengerakan selimut mukosa ini dengan kecepatan beberapa milimeter per menit yang kemudian digantikan kembali kira-kira setiap 20 menit.
Fungsi-fungsi sinus paranasal lainnya antara lain meringankan bobot tengkorak memberikan fungsi hidung tambahan , membrikan penahan suhu udara untuk otak, ikut mempertajam penghidu, menambah resonasi suara dan memberikan penopang semacam bantalan (bumper) untuk melindungi wajah dari trauma.
SISTEM PERSYARAFAN HIDUNG
1. Membran Olfaktorius
Membran olfaktorius terletak di bagian superior setiap lubang hidung. Di sebelah medial, membran olfaktorius terlipat kebawah disepanjang permukaan septum superior disebelah lateral terlipat di atas turbinat superior dan bahkan diatas sebagian kecil permukaan atas turbinat medial disetiap lubang hidung, membran olfaktorius mempunyai luas permukaan sekitar 2,4cm persegi. 
2. Sel-sel olfaktorius
Sel-sel reseptor untuk sensasi penghidu adalah sel-sel olfaktorius yang pada dasarnya merupakan sel saraf bipolar yang berasal dari sistem saraf pusat itu sendiri. Terdapat sekitar 100juta sel seperti ini pada epitel olfaktorius yang terbesar diantara sel-sel sustentakular. Ujung mukosa dari sel olfaktorius membentuk tombol yang dari tempat ini akan dikeluarkan 4-25 rambut olfaktorius (silia olfaktorius) yang berdiameter 0,3 mikrometer dan panjangnya sampai 200 mikrometer, terproyeksi ke dalam mukus yang melapisi permukaan dalam rongga hidung. Silia olfaktorius yang terproyeksi ini akan membentuk alas yang padat pada mukus, dan ini adalah silia yang bereaksi terhadap bau di udara, dan kemudian akan merangsang sel-sel olfaktorius. Pada membran olfaktorius diantara sel-sel olfaktorius tersebar banyak glandula bowman yang kecil, yang menyekresi mukus ke permukaan membran olfaktorius.
3. Penjalaran sinyal-sinyal penghidu ke dalam sistem saraf pusat
Pada kenyataannya, bagian otak yang merupakan asal mula dari olfaksi ini kemudian berkembang menjadi struktur dasar otak yang mengendalikan emosi dan aspek perilaku lainnya pada manusia. Sistem ini disebut sistem limbik
4. Penjalaran sinyal-sinyal olfaktorius ke dalam bulbus olfaktorius
Serabut saraf yang kembali dari bulbus disebut Nervus Kranialis I atau traktus olfaktorius. Namun demikian, pada kenyataannya kedua traktus dan bulbus merupakan pertumbuhan jaringan otak dari dasar otak ke arah anterior. Pembesaran yang berbentuk bulat pada ujungnya disebut bulbus olfaktorius terletak pada lempeng kribriformis yamg memisahkan rongga otak dari bagian atas rongga hidung. Lamina krimbiformis memiliki banyak lubang kecil yang merupakan tempat masuknya saraf-saraf kecil dalam jumalh yang sesuai berjalan naik dari membran olfaktorius di rongga hidung memasuki bulbus olfaktorius di rongga kranial menggambanrka hubungan yang erat antara sel-sel olfaktorius di membran olfaktorius dengan bulbus olfaktorius yang memperlihatkan bahwa aksonakson pendek dari sel olfaktorius akan berakhir di struktu globular yang multipel di dalam bulbus olfaktorius yang disebut glomeruli. Setiap bulbus memiliki beberapa ribu macam glomerulus yang merupakan ujung dari sekitar 25.000 akson yang berasal dari sel olfaktorius. Setiap glomerulus merupakan ujung untuk dendrit yang berasal dari sekitar 25 sel-sel mitral yang besar dan sekitar 60 sel-sel berumbai yang lebih kecil dengan badan sel yang terletak di bulbus olfaktorius pada bagian superior glumeruli. Dendrit ini menerima sinaps dari sel olfaktorius, sel mitral dan sel berumbai yang mengirimkan akson-akson melalui traktus olfaktorius untuk menjalarkan sinyal-sinyal olfaktorius ke tingkat yang lebih tinggi di sistem saraf pusat.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa glomeruli yang berbeda akan memberi respon bau yang berbeda pula. Kemungkinan bahwa glomeruli tertentu merupakan petunjuk sebenernya untuk menganalisis berbagai sinyal bau yang dijalarkan ke dalam sistem saraf pusat.
ANATOMI DAN FISIOLOGI 

Sistem pendengaran
Sistem yang digunakan untuk mendengar.Hal ini dilakukan terutama oleh sistem pendengaran yang terdiri dari telinga, syaraf-syaraf, dan otak. Manusia dapat mendengar dari 20 Hz sampai 20.000 Hz.
Pendengar luar terdiri atas daun telinga dan liang telinga luar. Daun telinga adalah sebuah lipatan kulit yang berupa rangka rawan kuping kenyal. Bagian luar liang telinga luar berdinding rawan, bagian dalamnya mempunyai dinding tulang. Ke sebelah dalam liangTelinga luar berfungsi menangkap getaran bunyi, dan telinga tengah meneruskan getaran dari telinga luar ke telinga dalam. Reseptor yang ada pada telinga dalam akan menerima rarigsang bunyi dan mengirimkannya berupa impuls ke otak untuk diolah.
1. Anatomi Telinga
Telinga mempunyai reseptor khusus untuk mengenali getaran bunyi dan untuk keseimbangan. Ada tiga bagian utama dari telinga manusia, yaitu bagian telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam.Telinga luar berfungsi menangkap getaran bunyi, dan telinga tengah meneruskan getaran dari telinga luar ke telinga dalam. Reseptor yang ada pada telinga dalam akan menerima rarigsang bunyi dan mengirimkannya berupa impuls ke otak untuk diolah.
Susunan Telinga
Telinga tersusun atas tiga bagian yaitu telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam.
a. Telinga luar
Telinga luar terdiri dari daun telinga, saluran luar, dan membran timpani (gendang telinga). Daun telinga manusia mempunyai bentuk yang khas, tetapi bentuk ini kurang mendukung fungsinya sebagai penangkap dan pengumpul getaran suara. Bentuk daun telinga yang sangat sesuai dengan fungsinya adalah daun telinga pada anjing dan kucing, yaitu tegak dan membentuk saluran menuju gendang telinga. Saluran luar yang dekat dengan lubang telinga dilengkapi dengan rambut-rambut halus yang menjaga agar benda asing tidak masuk, dan kelenjar lilin yang menjaga agar permukaan saluran luar dan gendang telinga tidak kering.Pendengar luar terdiri atas daun telinga dan liang telinga luar. 
Daun telinga adalah sebuah lipatan kulit yang berupa rangka rawan kuping kenyal. Bagian luar liang telinga luar berdinding rawan, bagian dalamnya mempunyai dinding tulang. Ke sebelah dalam liang. Telinga luar berfungsi menangkap getaran bunyi, dan telinga tengah meneruskan getaran dari telinga luar ke telinga dalam. 
Reseptor yang ada pada telinga dalam akan menerima rarigsang bunyi dan mengirimkannya berupa impuls ke otak untuk diolah.Telinga luar terdiri dari daun telinga, saluran luar, dan membran timpani (gendang telinga). Daun telinga manusia mempunyai bentuk yang khas, tetapi bentuk ini kurang mendukung fungsinya sebagai penangkap dan pengumpul getaran suara. Bentuk daun telinga yang sangat sesuai dengan fungsinya adalah daun telinga pada anjing dan kucing, yaitu tegak dan membentuk saluran menuju gendang telinga. Saluran luar yang dekat dengan lubang telinga dilengkapi dengan rambut-rambut halus yang menjaga agar benda asing tidak masuk, dan kelenjar lilin yang menjaga agar permukaan saluran luar dan gendang telinga tidak kering
b. Telinga tengah
Bagian ini merupakan rongga yang berisi udara untuk menjaga tekanan udara agar seimbang. Di dalamnya terdapat saluran Eustachio yang menghubungkan telinga tengah dengan faring. Rongga telinga tengah berhubungan dengan telinga luar melalui membran timpani. Hubungan telinga tengah dengan bagian telinga dalam melalui jendela oval dan jendela bundar yang keduanya dilapisi dengan membran yang transparan.
Selain itu terdapat pula tiga tulang pendengaran yang tersusun seperti rantai yang menghubungkan gendang telinga dengan jendela oval. Ketiga tulang tersebut adalah tulang martil (maleus) menempel pada gendang telinga dan tulang landasan (inkus). 
Kedua tulang ini terikat erat oleh ligamentum sehingga mereka bergerak sebagai satu tulang. Tulang yang ketiga adalah tulang sanggurdi (stapes) yang berhubungan dengan jendela oval. Antara tulang landasan dan tulang sanggurdi terdapat sendi yang memungkinkan gerakan bebas. Fungsi rangkaian tulang dengar adalah untuk mengirimkan getaran suara dari gendang telinga (membran timpani) menyeberangi rongga telinga tengah ke jendela oval.Bagian ini merupakan rongga yang berisi udara untuk menjaga tekanan udara agar seimbang. Di dalamnya terdapat saluran Eustachio yang menghubungkan telinga tengah dengan faring. Rongga telinga tengah berhubungan dengan telinga luar melalui membran timpani. Hubungan telinga tengah dengan bagian telinga dalam melalui jendela oval dan jendela bundar yang keduanya dilapisi dengan membran yang transparan.
Selain itu terdapat pula tiga tulang pendengaran yang tersusun seperti rantai yang menghubungkan gendang telinga dengan jendela oval. Ketiga tulang tersebut adalah tulang martil (maleus) menempel pada gendang telinga dan tulang landasan (inkus). Kedua tulang ini terikat erat oleh ligamentum sehingga mereka bergerak sebagai satu tulang. Tulang yang ketiga adalah tulang sanggurdi (stapes) yang berhubungan dengan jendela oval. Antara tulang landasan dan tulang sanggurdi terdapat sendi yang memungkinkan gerakan bebas. 
Pendengar tengah terdiri atas rongga gendangan yang berhubungan dengan tekak melalui tabung pendengar Eustachius. Dalam rongga gendangan terdapat tulang-tulang pendengar, yaitu martil, landasan dan sanggurdi. Martil melekat pada selaput gendangan dan dengan sebuah sendi kecil juga berhubungan dengan landasan. 
Landasan mengadakan hubungan dengan sanggurdi melekat pada selaput yang menutup tingkap jorong pada dinding dalam rongga gendangan telinga manusia. Fungsi rangkaian tulang dengar adalah untuk mengirimkan getaran suara dari gendang telinga (membran timpani) menyeberangi rongga telinga tengah ke jendela oval.
c. Telinga dalam
Bagian ini mempunyai susunan yang rumit, terdiri dari labirin tulang dan labirin membran.5 bagian utama dari labirin membran, yaitu sebagai berikut.
1. Tiga saluran setengah lingkaran
2. Ampula
3. Utrikulus
4. Sakulus
5. Koklea atau rumah siput
Sakulus berhubungan dengan utrikulus melalui saluran sempit. Tiga saluran setengah lingkaran, ampula, utrikulus dan sakulus merupakan organ keseimbangan, dan keempatnya terdapat di dalam rongga vestibulum dari labirin tulang.
Koklea mengandung organ Korti untuk pendengaran. Koklea terdiri dari tiga saluran yang sejajar, yaitu: saluran vestibulum yang berhubungan dengan jendela oval, saluran tengah dan saluran timpani yang berhubungan dengan jendela bundar, dan saluran (kanal) yang dipisahkan satu dengan lainnya oleh membran.
Di antara saluran vestibulum dengan saluran tengah terdapat membran Reissner, sedangkan di antara saluran tengah dengan saluran timpani terdapat membran basiler. Dalam saluran tengah terdapat suatu tonjolan yang dikenal sebagai membran tektorial yang paralel dengan membran basiler dan ada di sepanjang koklea. Sel sensori untuk mendengar tersebar di permukaan membran basiler dan ujungnya berhadapan dengan membran tektorial. Dasar dari sel pendengar terletak pada membran basiler dan berhubungan dengan serabut saraf yang bergabung membentuk saraf pendengar. Bagian yang peka terhadap rangsang bunyi ini disebut organ Korti.
1. Telinga Luar (Auter Ear) 
· Aurikula / daun telinga : Terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Berfungsi untuk menangkap gelombang suara dan mengarahkannya ke dalam MAE (Meatus Akustikus Eksterna)
· Meatus Akustikus Eksterna / Liang telinga luar : Panjang ± 2,5 cm, berbentuk huruf S, 1/3 bagian luar terdiri dari tulang rawan, banyak terdapat kelenjar minyak dan kelenjar serumen yang bersifat antibakteri dan memberikan perlindungan bagi kulit
· Kanalis auditorius eksternus : Panjangnya sekitar 2,5cm, kulit pada kanlis mengandung kelenjar glandula seruminosa yang mensekresi substansi seperti lilin yang disebut serumen. Serumen mempunyai sifat antibakteri dan memberikan perlindungan pada kulit.kanalis auditorius eksternus akan berakhir pada membrane timpani.
2. Telinga Tengah
· Membran Timpani / gendang telinga.Gendang telinga terdiri atas 3 lapis:
1. Lapis luar (lanjutan kulit dari liang telinga)
2. Lapis tengah (jaringan ikat yang lentur)
3. Lapis dalam (selaput lendir).
Terdiri dari jaringan fibrosa elastis. Berbentuk bundar dan cekung dari luar. Terdapat bagian yang disebut pars flaksida, pars tensa, dan umbo. Refleks cahaya kea rah kiri jam tujuh dan jam lima ke kanan. Dibagi menjadi 4 kuadran, yaitu: atas depan, atas belakang, bawah depan, dan bawah belakang. Berfungsi menerima getaran suara dan meneruskannya ke tulang-tulang pendengaran.
· Tulang-tulang pendengaran : Terdiri dari maleus, incus, dan stapes. Berfungsi menurunkan amplitude getaran yang diterima membran timpani dan meneruskannya ke jendela oval.
· Cavum Timpani : Merupakan ruangan yang berhubungan dengan tulang mastoid sehingga bila terjadi infeksi pada telinga tengah dapat menjalar menjadi mastoiditis.
· Tuba Eustachius : Bermula di ruang timpani kea rah bawah sampai nasofaring. Struktur muosa merupakan lanjutan mukosa nasofaring. Tuba dapat tertutup pada kondisi peningkatan tekanan suara secara mendadak, dan terbuka saat menelan dan bersin. Berfungsi untuk menjaga keseimbangan tekanan udara di luar dan di dalam telinga tengah
3. Telinga Dalam
· Koklea : Skala vestibule yang berhubungan dengan vestibular berisi perylimph. Skala timpani yang berakhir pada jendela bulat, berisi perylimph. Skala media/duktus koklearis berisi endolimph. Dasar skala vestibule disebut membran basalis, dimana terdapat organ corti dan sel rambut sebagai organ pendengaran.
· Kanalis Semisirkularis : Terdiri dari 3 duktus yang masing-masing berujung pada ampula (sel rambut, krista, kupula), yang berikatan dengan system keseimbangan tubuh dalam rotasi.
· Vestibula : Terdiri dari sakulus dan utrikel yang mengandung macula. Berkaitan dengan system keseimbangan tubuh dalam hal posisi.
2. Fisiologi Pendengaran
Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea. Getaran tersebut menggetarkan membran timpani, diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang akan mengamplifikasi getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandigan luas membran timpani dan tingkap lonjong.
Energi getar yang telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang akan menggerakkan tingkap lonjong sehingga perilimfa pada skala vestibule bergerak. Getaran diteruskan melalui membran Reissner yang mendorong endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relative antara membran basalis dan membran tektoria. 
Proses ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi pelepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut sehingga melepaskan neurotransmitter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nucleus auditorius sampai ke korteks pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis.(tambahan anfis: ari + aan)
Gelombang bunyi yang masuk ke dalam telinga luar menggetarkan gendang telinga. Getaran ini akan diteruskan oleh ketiga tulang dengar ke jendela oval. Getaran Struktur koklea pada jendela oval diteruskan ke cairan limfa yang ada di dalam saluran vestibulum. 
Getaran cairan tadi akan menggerakkan membran Reissmer dan menggetarkan cairan
limfa dalam saluran tengah. Perpindahan getaran cairan limfa di dalam saluran tengah menggerakkan membran basher yang dengan sendirinya akan menggetarkan cairan dalam saluran timpani. Perpindahan ini menyebabkan melebarnya membran pada jendela bundar.
Getaran dengan frekuensi tertentu akan menggetarkan selaput-selaput basiler, yang akan menggerakkan sel-sel rambut ke atas dan ke bawah. Ketika rambut-rambutsel menyentuh membran tektorial, terjadilah rangsangan (impuls). Getaran membran tektorial dan membran basiler akan menekan sel sensori pada organ Korti dan kemudian menghasilkan impuls yang akan dikirim ke pusat pendengar di dalam otak melalui saraf pendengaran.
Cara kerja indra pendengaran
Gelombang bunyi yang masuk ke dalam telinga luar menggetarkan gendang telinga. Getaran ini akan diteruskan oleh ketiga tulang dengar ke jendela oval. Getaran Struktur koklea pada jendela oval diteruskan ke cairan limfa yang ada di dalam saluran vestibulum.
Getaran cairan tadi akan menggerakkan membran Reissmer dan menggetarkan cairan
limfa dalam saluran tengah. Perpindahan getaran cairan limfa di dalam saluran tengah menggerakkan membran basher yang dengan sendirinya akan menggetarkan cairan dalam saluran timpani. Perpindahan ini menyebabkan melebarnya membran pada jendela bundar.
Getaran dengan frekuensi tertentu akan menggetarkan selaput-selaput
basiler, yang akan menggerakkan sel-sel rambut ke atas dan ke bawah. Ketika rambut-rambut sel menyentuh membran tektorial, terjadilah rangsangan (impuls). Getaran membran tektorial dan membran basiler akan menekan sel sensori pada organ Korti dan kemudian menghasilkan impuls yang akan dikirim ke pusat pendengar di dalam otak melalui saraf pendengaran.
Susunan dan Cara Kerja Alat Keseimbangan
Bagian dari alat vestibulum atau alat keseimbangan berupa tiga saluran setengah lingkaran yang dilengkapi dengan organ ampula (kristal) dan organ keseimbangan yang ada di dalam utrikulus clan sakulus.
Ujung dari setup saluran setengah lingkaran membesar dan disebut ampula yang berisi reseptor, sedangkan pangkalnya berhubungan dengan utrikulus yang menuju ke sakulus. Utrikulus maupun sakulus berisi reseptor keseimbangan. Alat keseimbangan yang ada di dalam ampula terdiri dari kelompok sel saraf sensori yang mempunyai rambut dalam tudung gelatin yang berbentuk kubah. Alat ini disebut kupula. Saluran semisirkular (saluran setengah lingkaran) peka terhadap gerakan kepala.
Alat keseimbangan di dalam utrikulus dan sakulus terdiri dari sekelompok sel saraf yang ujungnya berupa rambut bebas yang melekat pada otolith, yaitu butiran natrium karbonat. Posisi kepala mengakibatkan desakan otolith pada rambut yang menimbulkan impuls yang akan dikirim ke otak.Bagian dari alat vestibulum atau alat keseimbangan berupa tiga saluran setengah lingkaran yang dilengkapi dengan organ ampula (kristal) dan organ keseimbangan yang ada di dalam utrikulus clan sakulus.
Ujung dari setup saluran setengah lingkaran membesar dan disebut ampulayang berisi reseptor, sedangkan pangkalnya berhubungan dengan utrikulus yang menuju ke sakulus. Utrikulus maupun sakulus berisi reseptor keseimbangan. 
Alat keseimbangan yang ada di dalam ampula terdiri dari kelompok sel saraf sensori yang mempunyai rambut dalam tudung gelatin yang berbentuk kubah. Alat ini disebut kupula. Saluran semisirkular (saluran setengah lingkaran) peka terhadap gerakan kepala.Alat keseimbangan di dalam utrikulus dan sakulus terdiri dari sekelompok sel saraf yang ujungnya berupa rambut bebas yang melekat pada otolith,yaitu butiran natrium karbonat. Posisi kepala mengakibatkan desakan otolith pada rambut yang menimbulkan impuls yang akan dikirim ke otak.
 
 
A.  Definisi Katarak
Katarak menyebabkan penglihatan menjadi berkabut/buram. Katarak merupakan keadaan patologik lensa dimana lensa menjadi keruh akibat hidrasi cairan lensa atau denaturasi protein lensa, sehingga pandangan seperti tertutup air terjun atau kabut merupakan penurunan progresif kejernihan lensa, sehingga ketajaman penglihatan berkurang (Corwin, 2000).
B.  Etiologi Katarak
      Berbagai macam hal yang dapat mencetuskan katarak antara lain (Corwin,2000):
1.     Usia lanjut dan proses penuaan
2.     Congenital atau bisa diturunkan.
3.     Pembentukan katarak dipercepat oleh faktor lingkungan, seperti merokok atau bahan   beracun lainnya.  
4.   Katarak bisa disebabkan oleh cedera mata, penyakit metabolik (misalnya diabetes)       dan obat-obat tertentu (misalnya kortikosteroid).  
      Katarak juga dapat disebabkan oleh beberapa faktor risiko lain, seperti:
1.     Katarak traumatik yang disebabkan oleh riwayat trauma/cedera pada mata.
2.  Katarak sekunder yang disebabkan oleh penyakit lain, seperti: penyakit/gangguan        metabolisme, proses peradangan pada mata, atau diabetes melitus.
3.     Katarak yang disebabkan oleh paparan sinar radiasi.
4.   Katarak yang disebabkan oleh penggunaan obat-obatan jangka panjang, seperti            kortikosteroid dan obat penurun kolesterol.
5.     Katarak kongenital yang dipengaruhi oleh faktor genetik (Admin,2009).
C. Patofisiologi 
           

D.  Manifestasi Klinis
            Gejala subjektif dari pasien dengan katarak antara lain:
1.  Biasanya klien melaporkan penurunan ketajaman penglihatan dan silau serta gangguan fungsional yang diakibatkan oleh kehilangan penglihatan tadi.
2.      Menyilaukan dengan distorsi bayangan dan susah melihat di malam hari
            Gejala objektif biasanya meliputi:
1.   Pengembunan seperti mutiara keabuan pada pupil sehingga retina tak akan tampak dengan oftalmoskop. Ketika lensa sudah menjadi opak, cahaya akan dipendarkan dan bukannya ditransmisikan dengan tajam menjadi bayangan terfokus pada retina. Hasilnya adalah pandangan menjadi kabur atau redup. Pupil yang normalnya hitam    akan tampak abu-abu atau putih. Pengelihatan seakan-akan melihat asap dan pupil         mata seakan akan bertambah putih.
2.   Pada akhirnya apabila katarak telah matang pupil akan tampak benar-benar putih.
Gejala umum gangguan katarak meliputi: 
1.    Penglihatan tidak jelas, seperti terdapat kabut menghalangi objek.
2.    Gangguan penglihatan bisa berupa:
ü  Peka terhadap sinar atau cahaya.
ü  Dapat melihat dobel pada satu mata (diplobia).
ü  Memerlukan pencahayaan yang terang untuk dapat membaca.
ü  Lensa mata berubah menjadi buram seperti kaca susu.
ü  Kesulitan melihat pada malam hari
ü  Melihat lingkaran di sekeliling cahaya atau cahaya terasa menyilaukan mata
ü  Penurunan ketajaman penglihatan ( bahkan pada siang hari )
 E.       Klasifikasi Katarak
            Katarak dapat diklasifikasikan menurut umur penderita:
1.  Katarak Kongenital, sejak sebelum berumur 1 tahun sudah terlihat disebabkan oleh infeksi virus yang dialami ibu pada saat usia kehamilan masih dini (Farmacia, 2009). Katarak kongenital adalah katarak yang mulai terjadi sebelum atau segera setelah lahir dan bayi berusia kurang dari 1 tahun. Katarak kongenital merupakan penyebab kebutaan pada bayi yang cukup berarti terutama akibat penanganannya yang kurang tepat.
             Katarak kongenital sering ditemukan pada bayi yang dilahirkan oleh ibu-ibu yang menderita penyakit rubela, galaktosemia, homosisteinuri, toksoplasmosis, inklusi sitomegalik,dan histoplasmosis, penyakit lain yang menyertai katarak kongenital biasanya berupa penyakit-penyakt herediter seperti mikroftlmus, aniridia, koloboma iris, keratokonus, iris heterokromia, lensa ektopik, displasia retina, dan megalo kornea. Untuk mengetahui penyebab katarak kongenital diperlukan pemeriksaan riwayat prenatal infeksi ibu seperti rubela pada kehamilan trimester pertama dan pemakainan obat selama kehamilan. Kadang-kadang terdapat riwayat kejang, tetani, ikterus, atau hepatosplenomegali pada ibu hamil. Bila katarak disertai uji reduksi pada urine yang positif, mungkin katarak ini terjadi akibat galaktosemia. Sering katarak kongenital ditemukan pada bayi prematur dan gangguan sistem saraf seperti retardasi mental.
Pemeriksaan darah pada katarak kongenital perlu dilakukan karena ada hubungan katarak kongenital dengan diabetes melitus, fosfor, dan kalsium. Hampir 50 % katarak kongenital adalah sporadik dan tidak diketahui penyebabnya. Pada pupil bayi yang menderita katarak kongenital akan terlihat bercak putih atau suatu leukokoria.
2.   Katarak Juvenil, Katarak yang lembek dan terdapat pada orang muda, yang mulai terbentuknya pada usia kurang dari 9 tahun dan lebih dari 3 bulan. Katarak juvenil biasanya merupakan kelanjutan katarak kongenital. Katarak juvenil biasanya merupakan penyulit penyakit sistemik ataupun metabolik dan penyakit lainnya
3.  Katarak Senil, setelah usia 50 tahun akibat penuaan. Katarak senile biasanya berkembang lambat selama beberapa tahun, Kekeruhan lensa dengan nucleus yang mengeras akibat usia lanjut yang biasanya mulai terjadi pada usia lebih dari 60 tahun. (Ilyas, Sidarta: Ilmu Penyakit Mata, ed. 3). Katarak Senil sendiri terdiri dari 4 stadium, yaitu:
              a)   Stadium awal (insipien).
Pada stadium awal (katarak insipien) kekeruhan lensa mata masih sangat minimal, bahkan tidak terlihat tanpa menggunakan alat periksa. Pada saat ini seringkali penderitanya tidak merasakan keluhan atau gangguan pada penglihatannya, sehingga cenderung diabaikan. Kekeruhan mulai dari tepi ekuator berbentuk jeriji menuju korteks anterior dan posterior ( katarak kortikal ). Vakuol mulai terlihat di dalam korteks. Katarak sub kapsular posterior, kekeruhan mulai terlihat anterior subkapsular posterior, celah terbentuk antara serat lensa dan dan korteks berisi jaringan degenerative(benda morgagni)pada katarak insipient kekeruhan ini dapat menimbulkan poliopia oleh karena indeks refraksi yang tidak sama pada semua bagian lensa. Bentuk ini kadang-kadang menetap untuk waktu yang lama.
(Ilyas, Sidarta : Katarak Lensa Mata Keruh, ed. 2,).
             b)    Stadium imatur.
Pada stadium yang lebih lanjut, terjadi kekeruhan yang lebih tebal tetapi tidak atau belum mengenai seluruh lensa sehingga masih terdapat bagian-bagian yang jernih pada lensa. Pada stadium ini terjadi hidrasi kortek yang mengakibatkan lensa menjadi bertambah cembung. Pencembungan lensa akan mmberikan perubahan indeks refraksi dimana mata akan menjadi mioptik. Kecembungan ini akan mengakibatkan pendorongan iris kedepan sehingga bilik mata depan akan lebih sempit.( (Ilyas, Sidarta : Katarak Lensa Mata Keruh, ed. 2,).
c)    Stadium matur.
Bila proses degenerasi berjalan terus maka akan terjadi pengeluaran air bersama-sama hasil desintegrasi melalui kapsul. Didalam stadium ini lensa akan berukuran normal. Iris tidak terdorong ke depan dan bilik mata depan akan mempunyai kedalaman normal kembali. Kadang pada stadium ini terlihat lensa berwarna sangat putih akibatperkapuran menyeluruh karena deposit kalsium ( Ca ). Bila dilakukan uji bayangan iris akan terlihat negatif.( Ilyas, Sidarta : Katarak Lensa Mata Keruh, ed. 2,).
d)   Stadium hipermatur. Katarak yang terjadi akibatkorteks yang mencair sehingga masa lensa ini dapat keluar melalui kapsul. Akibat pencairan korteks ini maka nukleus "tenggelam" kearah bawah (jam 6)(katarak morgagni). Lensa akan mengeriput. Akibat masa lensa yang keluar kedalam bilik mata depan maka dapat timbul penyulit berupa uveitis fakotoksik atau galukoma fakolitik (Ilyas, Sidarta : Katarak Lensa Mata Keruh, ed. 2,).
4)  Katarak Intumesen. Kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa akibat lensa degenerative yang menyerap air. Masuknya air ke dalam celah lensa disertai pembengkakan lensa menjadi bengkak dan besar yang akan mendorong iris sehingga bilik mata menjadi dangkal dibanding dengan keadaan normal. Pencembungan lensa ini akan dapat memberikan penyulit glaucoma.
      Katarak intumesen biasanya terjadi pada katarak yang berjalan cepat dan mengakibatkan miopi lentikularis. Pada keadaan ini dapat terjadi hidrasi korteks hingga akan mencembung dan daya biasnya akan bertambah, yang meberikan miopisasi. Pada pemeriksaan slitlamp terlihat vakuol pada lensa disertai peregangan jarak lamel serat lensa. (Ilyas, Sidarta : Katarak Lensa Mata Keruh, ed. 2,)
5)  Katarak Brunesen. Katarak yang berwarna coklat sampai hitam (katarak nigra) terutama pada lensa, juga dapat terjadi pada katarak pasien diabetes militus dan miopia tinggi. Sering tajam penglihatan lebih baik dari dugaan sebelumnya dan biasanya ini terdapat pada orang berusia lebih dari 65 tahun yang belum memperlihatkan adanya katarak kortikal posterior. (Ilyas, Sidarta: Ilmu Penyakit Mata, ed. 3)
Tabel 1.1 Perbedaan karakteristik Katarak (Ilyas, 2001)
Insipien
Imatur
Matur
Hipermatur
Kekeruhan
Ringan
Sebagian
Seluruh
Masif
Cairan Lensa
Normal
Bertambah
Normal
Berkurang
Iris
Normal
Terdorong
Normal
Tremulans
Bilik mata depan
Normal
Dangkal
Normal
Dalam
Sudut bilik mata
Normal
Sempit
Normal
Terbuka
Shadow test
(-)
(+)
(-)
+/-
Visus
(+)
<< 
<<< 
Penyulit
(-)
Glaukoma
(-)
Uveitis+glaukoma
Klasifikasi katarak berdasarkan lokasi terjadinya:
1.   Katarak Inti ( Nuclear )
      Merupakan yang paling banyak terjadi. Lokasinya terletak pada nukleus atau bagian tengah dari lensa. Biasanya karena proses penuaan.
2.   Katarak Kortikal
Katarak kortikal ini biasanya terjadi pada korteks. Mulai dengan kekeruhan putih mulai dari tepi lensa dan berjalan ketengah sehingga mengganggu penglihatan. Banyak pada penderita DM.
3.   Katarak Subkapsular.
Mulai dengan kekeruhan kecil dibawah kapsul lensa, tepat pada lajur jalan sinar masuk. DM, renitis pigmentosa dan pemakaian kortikosteroid dalam jangka waktu yang lama dapat mencetuskan kelainan ini. Biasanya dapat terlihat pada kedua mata.
F. Penatalaksanaan katarak
                   Gejala-gejala yang timbul pada katarak yang masih ringan dapat  dibantu dengan menggunakan kacamata, lensa pembesar, cahaya yang lebih terang, atau kacamata yang dapat meredamkan cahaya. Pada tahap ini tidak diperlukan tindakan operasi.
                  Tindakan operasi katarak merupakan cara yang efektif untuk memperbaiki lensa mata,  tetapi tidak semua kasus katarak memerlukan tindakan operasi. Operasi katarak perlu dilakukan jika kekeruhan lensa menyebabkan penurunan tajam pengelihatan sedemikian rupa sehingga mengganggu pekerjaan sehari-hari. Operasi katarak dapat dipertimbangkan untuk dilakukan jika katarak terjadi berbarengan dengan penyakit mata lainnya, seperti uveitis yakni adalah peradangan pada uvea. Uvea (disebut juga saluran uvea) terdiri dari 3 struktur:
1.    Iris                         : Cincin berwarna yang melingkari pupil yang berwarna hitam.
2.    Badan silier           : Otot-otot yang membuat lensa menjadi lebih tebal.
3.   Koroid                   : Lapisan mata bagian dalam yang membentang dari ujung otot silier ke saraf optikus di bagian belakang mata.
Sebagian atau seluruh uvea bisa mengalami peradangan. Peradangan yang terbatas pada iris disebut iritis, jika terbatas pada koroid disebut koroiditis. Juga operasi katarak akan dilakukan bila berbarengan dengan glaukoma, dan retinopati diabetikum. Selain itu jika hasil yang didapat setelah operasi jauh lebih menguntungkan dibandingkan dengan risiko operasi yang mungkin terjadi. Pembedahan lensa dengan katarak dilakukan bila mengganggu kehidupan social atau atas indikasi medis lainnya.( Ilyas, Sidarta: Ilmu Penyakit Mata, ed. 3). Indikasi dilakukannya operasi katarak :
1.  Indikasi sosial  : Jika pasien mengeluh adanya gangguan penglihatan dalam                                                   melakukan rutinitas pekerjaan.
2.         Indikasi medis            : Bila ada komplikasi seperti glaucoma.
3.      Indikasi optic        : Jika dari hasil pemeriksaan visus dengan hitung jari dari jarak 3m                                   didapatkan hasil visus 3/60.
            Ada beberapa jenis operasi yang dapat dilakukan, yaitu:
1.      ICCE ( Intra Capsular Cataract Extraction)
      Yaitu dengan mengangkat semua lensa termasuk kapsulnya. Sampai akhir tahun 1960 hanya itulah teknik operasi yg tersedia.
2.   ECCE (Ekstra Capsular Cataract Extraction) terdiri dari 2 macam yakni:
    1. Standar ECCE atau planned ECCE dilakukan dengan mengeluarkan lensa secara manual setelah membuka kapsul lensa. Tentu saja dibutuhkan sayatan yang lebar sehingga penyembuhan lebih lama.
    2. Fekoemulsifikasi (Phaco Emulsification). Bentuk ECCE yang terbaru dimana menggunakan getaran ultrasonic untuk menghancurkan nucleus sehingga material nucleus dan kortek dapat diaspirasi melalui insisi ± 3 mm. Operasi katarak ini dijalankan dengan cukup dengan bius lokal atau menggunakan tetes mata anti nyeri pada kornea (selaput bening mata), dan bahkan tanpa menjalani rawat inap. Sayatan sangat minimal, sekitar 2,7 mm.  Lensa mata yang keruh dihancurkan (Emulsifikasi) kemudian disedot (fakum) dan diganti dengan lensa buatan yang telah diukur kekuatan lensanya dan ditanam secara permanen. Teknik bedah katarak dengan sayatan kecil ini hanya memerlukan waktu 10 menit disertai waktu pemulihan yang lebih cepat.
Pascaoperasi pasien diberikan tetes mata steroid dan antibiotik jangka pendek. Kacamata baru dapat diresepkan setelah beberapa minggu, ketika bekas insisi telah sembuh. Rehabilitasi visual dan peresepan kacamata baru dapat dilakukan lebih cepat dengan metode fakoemulsifikasi. Karena pasien tidak dapat berakomodasi maka pasien akan membutuhkan kacamata untuk pekerjaan jarak dekat meski tidak dibutuhkan kacamata untuk jarak jauh. Saat ini digunakan lensa intraokular multifokal. Lensa intraokular yang dapat berakomodasi sedang dalam tahap pengembangan
Apabila tidak terjadi gangguan pada kornea, retina, saraf mata atau masalah mata lainnya, tingkat keberhasilan dari operasi katarak cukup tinggi, yaitu mencapai 95%, dan kasus komplikasi saat maupun pasca operasi juga sangat jarang terjadi. Kapsul/selaput dimana lensa intra okular terpasang pada mata orang yang pernah menjalani operasi katarak dapat menjadi keruh. Untuk itu perlu terapi laser untuk membuka kapsul yang keruh tersebut agar penglihatan dapat kembali menjadi jelas.
G. Pemeriksaan Fisik

    Tehnik yang biasanya dipergunakan dalam pemeriksaan oftalmologis adalah inspeksi dan palpasi. Inspeksi visual dilakukan dengan instrumen oftalmik khusus dan sumber cahaya. Palpasi bisa dilakukan untuk mengkaji nyeri tekan  mata dan deformitas dan untuk mengeluarkan cairan dari puncta. Palpasi juga dilakukan untuk mendeteksi secara kasar (jelas terlihat)  tingkat tekanan intraokuler.
       Seperti pada semua pemeriksaan fisik, perawat menggunakan pendekatan sitematis, biasanya dari luar ke dalam. Struktur eksternal mata dan bola mata di evaluasi lebih dahulu, kemudian diperiksa struktur internal. Struktur eksternal mata diperiksa terutama dengan inspeksi. Struktur ini meliputi alis, kelopak mata, bulu mata, aparatus maksilaris, konjungtiva, kornea, kamera anterior, iris, dan pupil.
Ketika melakukan pemeriksaan dari luar ke dalam, yang dilakukan perawat adalah  :
a.   Melakukan obsevasi keadaan umum mata dari jauh.
b.  Alis diobsevasi mengenai kuantitas dan penyebaran rambutnya. Kelopak mata              diinspeksi warna, keadaan  kulit, dan ada tidaknya serta arahnya tumbuhnya bulu       mata.
c.  Catat adanya jaringan parut, pembengkakan, lepuh, laserasi, cedera lain dan adanya  benda asing.


H. PemeriksaanDiagnostik

1. Kartu mata snellen/mesin telebinokular (test ketajaman penglihatan dan sentral   penglihatan)                  
2.    Lapang penglihatan   
3.    Pengukuran tonografi           
4.    Test provokatif                      
5.    Pemeriksaanoftalmoskopi
6.    Darah lengkap, laju sedimentasi (LED) 
7.    Test toleransi glaukosa/ FBS
I.  Komplikasi
            Komplikasi yang terjadi dari penyakit katarak, yaitu :  nistagmus dan strabismus dan bila katarak dibiarkan maka akan mengganggu penglihatan dan akan menimbulkan komplikasi penyakit berupa glukoma dan uveitis.

J.  Pencegahan Katarak
a.   Mengontrol penyakit yang berhubungan dengan katarak dan menghindari faktor faktor yang mempercepat terbentuknya katarak.
b.   Menggunakan kaca mata hitam ketika berada di luar ruangan pada siang hari bisa mengurangi  jumlah sinar ultraviolet yang masuk ke dalam mata.
c.    Berhenti merokok bisa mengurangi resiko terjadinya katarak.
d.    Mengkonsumsi buah-buahan yang banyak mengandung vit C, vit A dan vit E
1.    Asuhan keperawatan katarak
            PENGKAJIAN
1.      Data Demografi
Nama klien           : Tn. B
Umur                    : 45 Tahun
Diagnosa Medik   : Katarak
Tanggal Masuk     : 13 – 05 - 2013
Alamat                 : Kampung rawa
Suku                     :  Sulawesi
Agama                  : islam
Pekerjaan              : PNS
Status perkawinan: Menikah
2.      Riwayat Penyakit
a.    Keluhan Utama
Klien mengeluh penglihatan kabur seperti berawan, padahal Tn. B sudah menggunakan kaca mata plus 1dan minus 2,5 pada obita dextra dan sinistra. Pemeriksaan fisik dengan Opthalmoscope bagian kornea ada selaput putih. Sudah 2 tahun ini Tn. B dinyatakan menderita diabetes mellitus, dan menjalankan pengobatan secara teratur. Oleh dokter spesialis mata Tn. B dinyatakan katarak. Tn. B dipersiapkan untuk dilakukan operasi katarak 2 hari lagi jika kadar gula darahnya sudah normal. TTV saat ini
a. TD :  140/90 mmhg
b. Nadi : 84 x/menit
c. Suhu : 37,40 C
d. RR : 24x/menit
DATA FOKUS
Data Subjektif
Data Objektif
1.      Klien mengatakan  penglihatan kabur seperti berawan, padahal  sudah menggunakan kaca mata plus 1 dan minus 2.5 pada orbita dextra dan sinistra.
2.      Klien mengatakan sudah 2 tahun ini mempunyai Diabetes Melitus, dan menjalankan pengobatan secara teratur
3.      Klien mengatakan  tidak mengerti kenapa sampai mengalami katarak
4.      Kemungkinan klien mengatakan cemas memikirkan biaya untuk operasinya.
5.      Kemungkinan klien mengatakan kesulitan untuk beraktivitas
6.      Kemungkinan klien mengatakan penglihatannya tidak jelas
7.      Kemungkinan klien mengatakan jika terkena sinar/paparan matahari menyilaukan mata
8.      Kemungkinan klien mengatakan jika melihat sesuatu berbayang-bayang/menjadi dua bayangan.
9.      Kemungkinan klien mengatakan takut akan kondisinya.
10.  Kemungkinan klien mengatakan tidak tahu sama sekali tentang penyakitnya.
11.  Kemungkinan klien mengatakan cemas takut tidak berhasil menjalankan operasinya.
12.  Kemungkinan klien mengatakan gelisah
13.  Kemungkinan klien mengatakan cemas terhadap penyakit yang dideritanya.
14.   apakah sembuh/tidak.
15.  Kemungkinan klien mengatakan pada bagian mata nyeri.
16.  Kemungkinan klien mengatakan tidak tahan terhadap nyerinya.
17.  Kemungkinan klien mengatakan badannya panas sehabis operasi beberapa hari kemudian.
18.  Kemungkinan klien mengatakan tidak tahu dengan cara perawatan luka post operasi.
19.  Kemungkinan klien mengatakan berasal dari keluarga kurang mampu.
1.      Hasil pemeriksaan fisik dengan opthalmoscope bagian kornea ada selaput putih
2.      Vital sign :
a)      TD    : 140/90 mmHg
b)      N: 84x/menit
c)      T       :37,4 0c
d)     RR: 24x/menit
3.      Hasil pemeriksaan :  BB : 78 kg dan
4.      GDS terakhir 210
5.      Kemungkinan klien terlihat sulit untuk beraktivitas.
6.      Kemungkinan klien wajahnya tampak gelisah
7.      Kemungkinan klien terlihat terus bertanya-tanya dengan pertanyaan yang sama.
8.      Kemungkinan klien terlihat bingung.
9.      Kemungkinan klien terlihat cemas.
10.  Kemungkinan klien terlihat takut
11.  Kemungkinan klien terlihat tegang.
12.  Kemungkinan klien terlihat memfokuskan pada dirinya sendiri.
13.  Kemungkinan skla nyeri (6)
14.  Kemungkinan klien terlihat menahan rasa sakit.
15.  Kemungkinan klien terlihat merintih kesakitan ( nyeri )
16.  Kemungkinan terlihat pada bagian luka oprasi klien terdapat kemerahan.
17.  Kemungkinan terlihat pada bagian luka klien mengalami iritasi.
18.  Kemungkinan klien dan keluarganya tampak masih bingung dengan perawatan luka post operasi.
ANALISA DATA
No.
Tanggal Ditemukan
Data Fokus
Masalah Keperawatan
Etiologi
Paraf
PRE OPERASI
1
DS :
·         Klien mengatakan penglihatan kabur seperti berawan, padahal Tn.B sudah menggunakan kaca mata plus 1 dan minus 2.5 pada orbita dextra dan sinistra
·         Kemungkinan klien mengatakan kesulitan untuk beraktivitas
·         Kemungkinan klien mengatakan penglihatannya tidak jelas
·         Kemungkinan klien mengatakan jika terkena sinar/paparan matahari menyilaukan mata
·         Kemungkinan klien mengatakan jika melihat sesuatu berbayang-bayang/menjadi dua bayangan
DO:
·         Hasil pemeriksaan fisik dengan opthalmoscope bagian kornea ada selaput putih
·         Kemungkinan klien terlihat sulit untuk beraktivitas.
Gangguan persepsi sensori-perseptual penglihatan.
Gangguan penerimaan sensori/status organ indera ditandai dengan menurunnya ketajaman penglihatan.
2
DS
·         Klien mengatakan cemas memikirkan biaya untuk operasinya.
·         Kemungkinan klien mengatakan cemas takut tidak berhasil menjalankan operasinya
·         Kemungkinan klien mengatakan gelisah
·         Kemungkinan klien mengatakan cemas terhadap penyakit yang dideritanya.
DO
·         Kemungkinan terlihat wajah klien tampak gelisah.
·         Kemungkinan klien terlihat tegang.
·         Kemungkinan klien terlihat memfokuskan pada diri sendiri.
·         Kemungkinan klien terlihat cemas.
·         Kemungkinan klien terlihat takut
Ansietas.
Perubahan pada status kesehatan.
3
DS :
·         Klien mengatakan tidak mengerti kenapa sampai mengalami katarak
·         Kemungkinan klien mengatakan takut akan kondisinya.
·         Kemungkinan klien mengatakan tidak tahu sama sekali tentang penyakitnya.
·         Kemungkinan klien mengatakan cemas terhadap penyakit yang dideritanya apakah sembuh/tidak
DO:
·         Kemungkinan wajah tampak gelisah
·         Kemungkinan klien terlihat terus bertanya-tanya dengan pertanyaan yang sama.
·         Kemungkinan klien terlihat bingung.
Kurang Pengetahuan.
kurang informasi tentang penyakit.
POST OPERASI
4
DS :
·         Kemungkinan klien mengatakan nyeri pada bagian mata pasca operasi.
·         Kemungkinan klien mengatakan tidak tahan ternhadap nyerinya
DO :
·         Vital sign :
a)      TD    : 140/90 mmHg
b)      N: 84x/menit
c)      T       :37,4 0c
d)     RR: 24x/menit
·         Kemungkinan skla nyeri (6)
·         Kemungkinan klien terlihat menahan rasa sakit.
·         Kemungkinan klien terlihat merintih kesakitan ( nyeri )
Nyeri.
Luka pasca operasi.
5
DS
·         Klien mengatakan penglihatan kabur seperti berawan, padahal sudah menggunakan kaca mata plus 1 dan minus 2.5 pada orbita dextra dan sinistra
·         Kemungkinan klien mengatakan kesulitan untuk beraktivitas
·         Kemungkinan klien mengatakan penglihatannya tidak jelas
·         Kemungkinan klien mengatakan jika melihat sesuatu berbayang-bayang/menjadi dua bayangan
Resiko tinggi terhadap cidera.
Keterbatasan penglihatan.
6
DS :
·         Kemungkinan klien mengatakan badannya panas sehabis operasi beberapa hari kemudian
DO :
·         Vital sign :
a)      TD    : 140/90 mmHg
b)      N: 84x/menit
c)      T       :37,4 0c
d)     RR: 24x/menit
Risiko infeksi.
Prosedur invasif (operasi katarak).
7
DS :
·         Kemungkinan klien mengatakan tidak tahu dengan cara perawatan luka post operasi.
·         Kemungkinan klien mengatakan berasal dari keluarga kurang mampu.
DO :
·         Kemungkinan klien dan keluarganya tampak masih bingung dengan perawatan luka post operasi.
Resiko ketidak efektifan penatalaksanaan regimen terapeutik.
kurang pengetahuan, kurang sumber pendukung.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
No.
Diagnosa keperawatan
Tanggal ditemukan
Tanggal Teratasi
1.
Gangguan persepsi sensori-perseptual penglihatan b.d Gangguan penerimaan sensori/status organ indera ditandai dengan menurunnya ketajaman.
12 – 05 / 2013
15 – 05 / 2013
2.
Ansietas b.d Perubahan pada status kesehatan.
12 – 05 / 2013
15 – 05 / 2013
3.
Kurang pengetahuan b.d Kurang informasi tentang penyakit
12 – 05 / 2013
12 – 05 / 2013
4.
Nyeri b.d Luka pasca operasi.
15 – 05 / 2013
18 – 05 / 2013
5.
Resiko tinggi terhadap cidera b.d Keterbatasan penglihatan.
15 – 05 / 2013
18 – 05 / 2013
6.
Risiko infeksi b.d Prosedur invansif ( operasi katarak )
15 – 05 / 2013
18 – 05 / 2013
7.
Resiko ketidakefektifan penatalaksanaan regimen terapeutik b.d kurang pengetahuan, kurang sumber pendukung.
15 – 05 / 2013
18 – 05 / 2013
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
No.
Diagnosa Keperawatan
Tujuan
Kriteria hasil
Intervensi
Rasional
1.
Gangguan persepsi sensori-perseptual penglihatan b.d Gangguan penerimaan sensori/status organ indera ditandai dengan menurunnya ketajaman penglihatan.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan masalah presepsi sensori penglihatan teratasi
·   Mengenal gangguan sensori danber kompensasi terhadap perubahan.
·   Mengidentifikasi/memperbaiki potensial bahaya dalam lingkungan.
1.   Kaji ketajaman penglihatan, catat apakah satu atau dua mata terlibat.
2.   Orientasikan klien tehadaplingkungan.
3.   Observasi tanda-tandadisorientasi.
4.   Pendekatan dari sisi yangtak dioperasi, bicaradengan menyentuh.
5.   Ingatkan klien menggunakan kacamata katarak yang tujuannya memperbesar kurang lebih 25%, penglihatan perifer hilang.
6.   Letakkan barang yang dibutuhkan/posisi bel pemanggil dalam jangkauan/posisi yang sehat.
1.   Kebutuhan tiap individu dan pilihan intervensi bervariasi sebab kehilanganpenglihatan terjadi lambatdan progresif.
2.   Memberikan peningkatankenyamanan dan kekeluargaan, menurunkan cemas dan disorientasipasca operasi.
3.   Terbangun dalam lingkungan yang tidak dikenal dan mengalamiketerbatasan penglihatandapat mengakibatkankebingungan terhadap orang tua.
4.   Memberikan rangsangsensori tepat terhadapisolasi dan menurunkanbingung.
5.   Perubahan ketajaman dankedalaman persepsi dapat menyebabkan bingung penglihatan dan meningkatkan resiko cedera sampai pasien belajar untuk mengkompensasi.
6.   Memungkinkan pasienmelihat objek lebih mudah dan memudahkan panggilan untuk pertolongan biladiperlukan.
2.
Ansietas b.d Perubahan pada status kesehatan.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan : tidak terjadi kecemasan pada klien dan tidak ada perubahan status kesehatan.
·   Pasien mengungkapkan dan mendiskusikan rasa cemas/takutnya.
·   Pasien tampak rileks tidak tegangdan melaporkan kecemasannya berkurang sampai pada tingkat dapat diatasi.
1.   Kaji tingkat kecemasan pasien dan catat adanya tanda- tanda verbal dan nonverbal.
2.   Beri kesempatan pasien untuk mengungkapkan isipikiran dan perasaan takutnya.
3.   Observasi tanda vital danpeningkatan respon fisik pasien.
4.   Beri penjelasan pasien tentang prosedur tindakan operasi, harapandan akibatnya.
5.   Lakukan orientasi danperkenalan pasienterhadap ruangan,petugas, dan peralatanyang akan digunakan.
6.   Beri penjelasan dansuport pada pasien padasetiap melakukan prosedurtindakan.
1.   Derajat kecemasan akan dipengaruhi bagaimana informasi tersebut diterima oleh individu.
2.   Mengungkapkan rasa takut secara terbuka dimana rasa takut dapat ditujukan.
3.   Mengetahui respon fisiologis yang ditimbulkan akibat kecemasan.
4.   Meningkatkan pengetahuan pasien dalam rangka mengurangi kecemasan dan kooperatif.
5.   Mengurangi kecemasan dan meningkatkan pengetahuan.
6.   Mengurangi perasaan takutdan cemas.
3.
Kurang pengetahuan b.d Kurang informasi tentang penyakit.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan :
Klien lebih mengerti akan penyakitnya
·   Klien menyatakan pemahaman mengenai kondisi/proses penyakit & pengobatan.
1.   Kaji informasi tentang kondisi individu, prgnosis, tipe prosedur/lensa.
2.   Informasikan pasien untuk menghindari tetes mata yang dijual bebas.
3.   Tekankan pentingnya evaluasi perawatan rutin. Beri tahu untuk melaporkan penglihatan berawan.
4.   Anjurkan pasien menghindari membaca, berkedip; mengangkat berat, mengejan saat defekasi, membongkok pada panggul, meniup hidung.
1.   meningkatkan pemahaman dan meningkatkan kerja sama dengan perawat.
2.   Dapat bereaksi silang/campur dengan obat yang diberikan.
3.   pengawasan periodik menurunkan risiko komplikasi serius.
4.   aktivitas yang menyebabkan mata lelah/regang, manuver Valsalva, atau meningkatkan TIO dapat mempengaruhi hasil bedah dan mencetuskan perdarahan.
4.
Nyeri b.d Luka pasca operasi.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan : nyeri berkurang, hilang dan terkontrol.
·   Nyeri berkuran.
·   Klien terlihat lebih rileks
1.   Dorong pasien untuk melaporkan tipe, lokasi dan intensitas nyeri, rentang skala.
2.   Pantau TTV.
3.   Berikan tindakan kenyamanan.
4.   Beritahu pasien bahwa wajar saja , meskipun lebih baik untuk meminta analgesik segera setelah ketidaknyamanan menjadi dilaporkan.
Kolaborasi :
5.   Berikan obat sesuai indikasi
1.   Nyeri dirasakan dimanifestasikan dan ditoleransi secara individual.
2.   Kecepatan jantung biasanya meningkat karena nyeri.
3.   meningkatkan relaksasi.
4.   adanya nyeri menyebabkan tegangan otot yang menggangu sirkulasi memperlambat proses penyembuhan dan memperberat nyeri.
5.   Rasionalisasi : Untuk mengontrol nyeri adekuat dan menurunkan tegangan.
5.
Resiko tinggi terhadap cidera b.d Keterbatasan penglihatan.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan : cedera dapat dicegah
·   Menyatakan pemahaman factor yang terlibat dalam kemungkinancedera
·   Mengubah lingkungan sesuai indikasi untuk meningkatkan keamanan
1.   Diskusikan apa yang terjadi pada pascaoperasi tentang nyeri, pembatasan aktivitas, penampilan, balutan mata.
2.   Beri pasien posisi bersandar, kepala tinggi atau miring ke sisi yang tak sakit sesuai keinginan.
3.   Batasi aktivitas seperti menggerakkan kepala tiba-tiba, menggaruk mata, membongkok.
4.   Ambulasi dengan bantuan; berikan kamar mandi khusus bila sembuh dari anastesi.
1.   Membantu mengurangi rasa takut dan meningkatkan kerja sama dalam pembatasan yang diperlukan.
2.   Istirahat hanya beberapa menit sampai beberapa jam pada bedah rawat jalan atau menginap semalam bila terjadi komplikasi. Menurunkan tekanan pada mata yang sakit, meminimalkan risiko perdarahan atau stres pada jahitan/jahitan terbuka.
3.   Menurunkan stres pada area operasi/menurunkan TIO.
4.   Memerlukan sedikit regangan daripada penggunaan pispot, yang dapat meningkatkan TIO.
6.
Risiko infeksi b.d efek samping prosedur invasive.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan : tidak terjadi infeksi.
·   Tidak ada tanda-tanda infeksi seperti kemerahan dan iritasi.
1.   Diskusikan pentingnya mencuci tangan sebelum menyentuh / mengobati mata.
2.   Gunakan / tunjukkan tekhnik yang tepat untuk membersihkan bola mata.
3.   Tekankan pentingnya tidak menyentuh / menggaruk mata yang dioperasi.
4.   Berikan obat sesuai indikasi.
Kolaborasi :
5.   Berikan obat sesuai indikasi.
1.   Menurunkan jumlah bakteri pada tangan, mencegah kontaminasi area operasi.
2.   Tekhnik aseptik menurunkan resiko penyebaran bakteri dan kontaminasi silang.
3.   Mencegah kontaminasi dan kerusakan sisi operasi.
4.   Digunakan untuk menurunkan inflamasi.
5.   Sediaan topikal digunakan secara profilaksis, dimana terapi lebih diperlukan bila terjadi infeksi.
7.
Resiko ketidakefektifan penatalaksanaan regimen terapeutik b.d kurang pengetahuan, kurang sumber pendukung. Yang ditandai dengan, pertanyan atau peryataan salah konsepsi, tak akurat mengikuti instruksi, terjadi komplikasi yang dapat dicegah
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan: perawatan rumah berjalan efektif.
·  Klien mampu mengidentifikasi kegiatan keperawatan rumah (lanjutan) yang diperlukan
·  Keluarga menyatakan siap untuk mendampingi klien dalam melakukan perawatan
1.   Kaji tingkat pengetahuan pasien tentang perawatan paska hospitalisasi.
2.   Terangkan cara penggunaan obat-obatan.
3.   Berikan kesempatan bertanya.
4.   Tanyakan kesiapan klien paska hospitalisasi.
5.   Identifikasi kesiapan keluarga dalam perawatan diri klien paska hospitalisasi.
6.   Terangkan berbagai kondisi yang perlu dikonsultasikan.
1.   Sebagai modalitas dalam pemberian pendidikan kesehatan tentang perawatan di rumah.
2.   Klien mungkin mendapatkan obat tetes atau salep(topical).
3.   Meningkatkan rasa percaya, rasa aman, dan mengeksplorasi pemahaman serta hal-hal yang mungkin belum dipahami.
4.   Respon verbal untuk meyakinkan kesiapan klien dalam perawatan hospitalisasi.
5.   Kesiapan keluarga meliputi orang yang bertanggung jawab dalam perawatan, pembagian peran dan tugas serta penghubung klien dan institusi pelayanan kesehatan.
6.   Kondisi yang harus segera dilaporkan :
  Nyeri pada dan disekitar mata, sakit kepala menetap.
  Setiap nyeri yang tidak berkurang dengan obat pengurang nyeri.
  Nyeri disertai mata merah, bengkak, atau keluar cairan : inflamasi dan cairan dari mata.
  Nyeri dahi mendadak.
  Perubahan ketajaman penglihatan, kabur, pandangan ganda, selaput pada lapang penglihatan,
DAFTAR PUSTAKA
             Brunner dan Suddarth.(2001).Keperawatan Medikal Bedah Vol. 3. EGC : Jakarta
Barbara C, Long.(1996). Perawatan medikal bedah. EGC : Jakarta
Corwin, J Elizabeth.(2000). “buku saku patofisiologi”. EGC : Jakarta
Doenges, E. Marilynn. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3.EGC : Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar