ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM PERSEPSI-SENSORI
ANATOMI DAN FISIOLOGI MATA
Kelopak Mata
Kelopak atau palpebra mempunyai fungsi melindungi bola mata, serta
mengeluarkan sekresi kelenjarnya yang membentuk film air mata di depan
komea. Palpebra merupakan alat menutup mata yang berguna untuk
melindungi bola mata terhadap trauma, trauma sinar dan pengeringan bola
mata.Dapat membuka diri untuk memberi jalan masuk sinar kedalam bola
mata yang dibutuhkan untuk penglihatan.Pembasahan dan. pelicinan seluruh
permukaan bola mata terjadi karena pemerataan air mata dan sekresi
berbagai kelenjar sebagai akibat gerakan buka tutup kelopak mata.
Kedipan kelopak mata sekaligus menyingkirkan debu yang masuk.
Kelopak mempunyai lapis kulit yang tipis pada bagian depan sedang di
bagian belakang ditutupi selaput lendir tarsus yang disebut konjungtiva
tarsal. Gangguan penutupan kelopak akan mengakibatkan keringnya
permukaan mata sehingga terjadi keratitis et lagoftalmos.
Pada kelopak terdapat bagian-bagian :
1. Kelenjar seperti : kelenjar sebasea, kelenjar Moll atau kelenjar
keringat, kelenjar Zeis pada pangkal rambut, dan kelenjar Meibom pada
tarsus.
2. Otot seperti : M. orbikularis okuli yang berjalan melingkar di dalam
kelopak atas dan bawah, dan terletak di bawah kulit kelopak. Pada dekat
tepi margo palpebra terdapat otot orbikularis okuli yang disebut sebagai
M. Rioland. M. orbikularis berfungsi menutup bola mata yang dipersarafi
N. facial M. levator palpebra, yang berorigo pada anulus foramen orbita
dan berinsersi pada tarsus atas dengan sebagian menembus M. orbikularis
okuli menuju kulit kelopak bagian tengah. Bagian kulit tempat insersi
M. levator palpebra terlihat sebagai sulkus (lipatan) palpebra. Otot ini
dipersarafi oleh n. III, yang berfungsi untuk mengangkat kelopak mata
atau membuka mata.
3. Di dalam kelopak terdapat tarsus yang merupakan jaringan ikat dengan
kelenjar di dalamnya atau kelenjar Meibom yang bermuara pada margo
palpebra.
4. Septum orbita yang merupakan jaringan fibrosis berasal dari rima orbita merupakan pembatas isi orbita dengan kelopak depan.
5. Tarsus ditahan oleh septum orbita yang melekat pada rima orbita pada
seluruh lingkaran pembukaan rongga orbita. Tarsus (terdiri atas jaringan
ikat yang merupakan jaringan penyokong kelopak dengan kelenjar Meibom
(40 bush di kelopak atas dan 20 pada kelopak bawah).
6. Pembuluh darah yang memperdarahinya adalah palpebra.
7. Persarafan sensorik kelopak mata atas didapatkan dari ramus frontal N.V, sedang kelopak bawah oleh cabang ke II saraf ke V.
Konjungtiva tarsal yang terletak di belakang kelopak hanya dapat dilihat
dengan melakukan eversi kelopak. Konjungtiva tarsal melalui forniks
menutup bulbus okuli. Konjungtiva merupakan membran mukosa yang
mempunyai sel Goblet yang menghasilkan musin.
Sistem Lakrimal
Sistem sekresi air mata atau lakrimal terletak di daerah temporal bola
mata. Sistem ekskresi mulai pada pungtum lakrimal, kanalikuli lakrimal,
sakus lakrimal, duktus nasolakrimal, meatus inferior.
Sistem lakrimal terdiri atas 2 bagian, yaitu :
1. Sistem produksi atau glandula lakrimal. Glandula lakrimal terletak di temporo antero superior rongga orbita.
2. Sistem ekskresi, yang terdiri atas pungtum lakrimal, kanalikuli
lakrimal, sakus lakrimal dan duktus nasolakrimal. Sakus lakrimal
terletak di¬bagian depan rongga orbita. Air mata dari duktus lakrimal
akan mengalir ke dalam rongga hidung di dalam meatus inferior.
Film air mata sangat berguna untuk kesehatan mata. Air mata akan masuk
ke dalam sakus lakrimal melalui pungtum lakrimal. Bila pungtum lakrimal
tidak menyinggung bola mata, maka air mata akan keluar melalui margo
palpebra yang disebut epifora. Epifora juga akan terjadi akibat
pengeluaran air mata yang berlebihan dari kelenjar lakrimal.
Untuk melihat adanya sumbatan pada duktus nasolakrimal, maka sebaiknya
dilakukan penekanan pada sakus lakrimal. Bila terdapat penyumbatan yang
disertai dakriosistitis, maka cairan berlendir kental akan keluar
melalui pungtum lakrimal.
Konjungtiva
Konjungtiva merupakan membran yang menutupi sklera dan kelopak bagian
belakang.3 Bermacam-macam obat mata dapat diserap melalui konjungtiva
ini. Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel
Goblet. Musin bersifat membasahi bola mata terutama kornea
Selaput ini mencegah benda-benda asing di dalam mata seperti bulu mata
atau lensa kontak (contact lens), agar tidak tergelincir ke belakang
mata. Bersama-sama dengan kelenjar lacrimal yang memproduksi air mata,
selaput ini turut menjaga agar cornea tidak kering.
Konjungtiva terdiri atas tiga bagian, yaitu :
1. Konjungtiva tarsal yang menutupi tarsus, konjungtiva tarsal sukar digerakkan dari tarsus.
2. Konjungtiva bulbi menutupi sklera dan mudah digerakkan dari sklera di bawahnya.
3. Konjungtiva fornises atau forniks konjungtiva yang merupakan tempat
peralihan konjungtiva tarsal dengan konjungtiva bulbi. Konjungtiva bulbi
dan forniks berhubungan dengan sangat longgar dengan jaringan di
bawahnya sehingga bola mata mudah bergerak.
Bola Mata
Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm. Bola mata di
bagian depan (kornea) mempunyai kelengkungan yang lebih tajam sehingga
terdapat bentuk dengan 2 kelengkungan yang berbeda.
Bola mata dibungkus oleh 3 lapis jaringan, yaitu :
1. Sklera merupakan jaringan ikat yang kenyal dan memberikan bentuk pada
mata, merupakan bagian terluar yang melindungi bola mata. Bagian
terdepan sklera disebut kornea yang bersifat transparan yang memudahkan
sinar masuk ke dalam bola mata. Kelengkungan kornea lebih besar
dibanding sklera.
2. Jaringan uvea merupakan jaringan vaskular. Jaringan sklera dan uvea
dibatasi oleh ruang yang potensial mudah dimasuki darah bila terjadi
perdarahan pada ruda paksa yang disebut perdarahan suprakoroid.Jaringan
uvea ini terdiri atas iris, badan siliar, dan koroid. Pada iris
didapatkan pupil yang oleh 3 susunan otot dapat mengatur jumlah sinar
masuk ke dalam bola mata. Otot dilatator dipersarafi oleh para¬simpatis,
sedang sfingter iris dan otot siliar di persarafi oleh parasim¬patis.
Otot siliar yang terletak di badan siliar mengatur bentuk lensa untuk
kebutuhan akomodasi.
Badan siliar yang terletak di belakang iris menghasilkan cairan bilik
mata (akuos humor), yang dikeluarkan melalui trabekulum yang terletak
pada pangkal iris di batas kornea dan sklera.
3. Lapis ketiga bola mata adalah retina yang terletak paling dalam dan
mempunyai susunan lapis sebanyak 10 lapis yang merupakan lapis membran
neurosensoris yang akan merubah sinar menjadi rangsang¬an pada saraf
optik dan diteruskan ke otak. Terdapat rongga yang potensial antara
retina dan koroid sehingga retina dapat terlepas dari koroid yang
disebut ablasi retina.
Badan kaca mengisi rongga di dalam bola mata dan bersifat gelatin yang
hanya menempel pupil saraf optik, makula dan pars plans. Bila terdapat
jaringan ikat di dalam badan kaca disertai dengan tarikan pada retina,
maka akan robek dan terjadi ablasi retina.
Lensa terletak di belakang pupil yang dipegang di daerah ekuator¬nya
pada badan siliar melalui Zonula Zinn. Lensa mata mempunyai peranan pada
akomodasi atau melihat dekat sehingga sinar dapat difokuskan di daerah
makula lutea.
Terdapat 6 otot penggerak bola mata, dan terdapat kelenjar lakrimal yang
terletak di daerah temporal atas di dalam rongga orbita.
Sklera
Bagian putih bola mata yang bersama-sama dengan kornea merupa¬kan
pembungkus dan pelindung isi bola mata. Sklera berjalan dari papil saraf
optik sampai kornea.1 Sklera sebagai dinding bola mata merupakan
jaringan yang kuat, tidak bening, tidak kenyal dan tebalnya kira-kira 1
mm.
Sklera anterior ditutupi oleh 3 lapis jaringan ikat vaskular. Sklera
mem¬punyai kekakuan tertentu sehingga mempengaruhi pengukuran tekanan
bola mata.1 Dibagian belakang saraf optik menembus sklera dan tempat
tersebut disebut kribosa. Bagian luar sklera berwarna putih dan halus
dilapisi oleh kapsul Tenon dan dibagian depan oleh konjungtiva. Diantara
stroma sklera dan kapsul Tenon terdapat episklera. Bagian dalamnya
berwarna coklat dan kasar dan dihubungkan dengan koroid oleh
filamen-filamen jaringan ikat yang berpigmen, yang merupakan dinding
luar ruangan suprakoroid.
Kekakuan sklera dapat meninggi pada pasien diabetes melitus, atau
merendah pada eksoftalmos goiter, miotika, dan meminum air banyak.
Kornea
Kornea (Latin cornum = seperti tanduk) adalah selaput bening mata,
bagian selaput mata yang tembus cahaya, merupakan lapis jaringan yang
menutup bola mata sebelah depan dan terdiri atas lapis :
1. Epitel
a) Tebalnya 50 pm, terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang
sating tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel poligonal dan sel
gepeng.
b) Pada sel basal Bering terlihat mitosis sel, dan sel muds ini
ter¬dorong ke depan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke depan
menjadi sel gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel basal di
sampingya dan sel poligonal di depannya melalui des¬mosom dan makula
okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit, dan glukosa
yang merupakan barrier.
c) Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat kepada¬nya. Bila terjadi gangguan akan mengakibatkan erosi rekuren.
d) Epitel berasal dari ektoderm permukaan.
Membran Bowman
a) Terletak di bawah membran basal epitel komea yang merupakan kolagen
yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan
stroma.
b) Lapis ini tidak mempunyai daya regenerasi
Stroma
Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu
dengan lainnya, pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang di
bagian perifer serat kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat
kolagen memakan waktu lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan. Keratosit
merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblas terletak di antara
serat kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat
kolagen dalam perkem¬bangan embrio atau sesudah trauma.
Membran Descement
a) Merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang stroma
komea dihasilkan sel endotel dan merupakan membran basalnya.
b) Bersifat sangat elastik dan berkembang terns seumur hidup, mempunyai tebal 40 µm.
EndotelBerasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar
20-40 pm. Endotel melekat pada membran descement melalui hemi¬desmosom
dan zonula okluden.
Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari
saraf siliar longus, saraf nasosiliar, saraf ke V saraf siliar longus
berjalan suprakoroid, masuk ke dalam stroma kornea, menembus membran
Bow¬man melepaskan selubung Schwannya. Seluruh lapis epitel dipersarafi
sampai pada kedua lapis terdepan tanpa ada akhir saraf. Bulbul Krause
untuk sensasi dingin ditemukan di daerah limbus. Daya regenerasi saraf
sesudah dipotong di daerah limbus terjadi dalam waktu 3 bulan.
Trauma atau penyakit yang merusak endotel akan mengakibatkan sistem
pompa endotel terganggu sehingga dekompensasi endotel dan terjadi edema
kornea. Endotel tidak mempunyai daya regenerasi.
Kornea merupakan bagian mata yang tembus cahaya dan menutup bola mata di
sebelah depan. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea, dimana 40
dioptri dari 50 dioptri pembiasan sinar masuk kornea dilakukan oleh
kornea.
Uvea
Walaupun dibicarakan sebagai isi, sesungguhnya uvea merupakan dinding
kedua bola mata yang lunak, terdiri atas 3 bagian, yaitu iris, badan
siliar, dan koroid.
Pendarahan uvea dibedakan antara bagian anterior yang diperdarahi oleh 2
buah arteri siliar posterior longus yang masuk menembus sklera di
temporal dan nasal dekat tempat masuk saraf optik dan 7 buah arteri
siliar anterior, yang terdapat 2 pada setiap otot superior, medial
inferior, satu pada otot rektus lateral. Arteri siliar anterior dan
posterior ini ber¬gabung menjadi satu membentuk arteri sirkularis mayor
pada badan siliar. Uvae posterior mendapat perdarahan dari 15 – 20 buah
arteri siliar posterior brevis yang menembus sklera di sekitar tempat
masuk saraf optik.
Persarafan uvea didapatkan dari ganglion siliar yang terletak antara
bola mata dengan otot rektus lateral, 1 cm di depan foramen optik, yang
menerima 3 akar saraf di bagian posterior yaitu :
1. Saraf sensoris, yang berasal dari saraf nasosiliar yang mengandung serabut sensoris untuk komea, iris, dan badan siliar.
2. Saraf simpatis yang membuat pupil berdilatasi, yang berasal dari
saraf simpatis yang melingkari arteri karotis; mempersarafi pembuluh
darah uvea dan untuk dilatasi pupil.
3. Akar saraf motor yang akan memberikan saraf parasimpatis untuk mengecilkan pupil.
P ada ganglion siliar hanya saraf parasimpatis yang melakukan sinaps.
Iris terdiri atas bagian pupil dan bagian tepi siliar, dan badan siliar
terletak antara iris dan koroid. Batas antara korneosklera dengan badan
siliar belakang adalah 8 mm temporal dan 7 mm nasal. Di dalam badan
siliar terdapat 3 otot akomodasi yaitu longitudinal, radiar, dan
sirkular.
Ditengah iris terdapat lubang yang dinamakan pupil, yang mengatur banyak
sedikit¬nya cahaya yang masuk kedalam mata. Iris berpangkal pada badan
siliar dan memisahkan bilik mata depan dengan bilik mata belakang.
Permukaan depan iris warnanya sangat bervariasi dan mempunyai
lekukan-lekukan kecil terutama sekitar pupil yang disebut kripti.
Badan siliar dimulai dari basis iris kebelakang sampai koroid, yang terdiri atas otot-otot siliar dan proses siliar.
Otot-otot siliar berfungsi untuk akomodasi. Jika otot-otot ini
berkontraksi ia menarik proses siliar dan koroid kedepan dan kedalam,
mengendorkan zonula Zinn sehingga lensa menjadi lebih cembung.
Fungsi proses siliar adalah memproduksi Humor Akuos.
Koroid adalah suatu membran yang berwarna coklat tua, yang letaknya
diantara sklera dan. retina terbentang dari ora serata sampai kepapil
saraf optik. Koroid kaya pembuluh darah dan berfungsi terutama memberi
nutrisi kepada retina.
Pupil
Pupil merupakan lubang ditengah iris yang mengatur banyak sedikitnya cahaya yang masuk.
Pupil anak-anak berukuran kecil akibat belum berkembangnya saraf
simpatis. Orang dewasa ukuran pupil adalah sedang, dan orang tua pupil
mengecil akibat rasa silau yang dibangkitkan oleh lensa yang sklerosis.
Pupil waktu tidur kecil , hal ini dipakai sebagai ukuran tidur,
simulasi, koma dan tidur sesungguhnya. Pupil kecil waktu tidur akibat
dari :
1 Berkurangnya rangsangan simpatis
2 Kurang rangsangan hambatan miosis
Anatomi Fisiologi Hidung
ANATOMI
1 Hidung Bagian Luar
Kerangka bagian luar hidung terdiri dari unsur tulang dan kartilago.
Sepasang ossa nasalia yang menjadi penentu pangkal hidung bersendi di
bagian atas dengan ossa frontalia dan ke lateral dengan processus
nasalis ossis maxilaris. Konfigurasi bagian hidung lainnya terbentuk
dari empat kartilago hidung bagian luar. Dua kartilago lateral bagian
atas bersendi di garis tengah dengan bagian dorsal septum nasi, dan dua
kartilago lateral bagian bawah membentuk struktur ujung hidung.
Collumella dibentuk dari crurae medialis kedua kartilago bagian bawah.
a Suplai Darah
Hidung luar menerima suplai darah utama dari cabang-cabang arteria
facialis dan anastomosis-anastomosis-nya dengan arteria infraorbitalis
dan arteri supraorbitalis serta supratrochlearis. Darah vena dari hidung
luar mengalir melalui vena facialis anterior dan posterior ke dalam
sistem jugularis interna dan melalui vena angularis yang berhubungan
dengan vena orbitalis dan opthalmica yang bermuara ke dalam sinus
cavernosus. Terdapat hubungan-hubungan vena di sebelah dalam antara vena
infraorbitalis dan plexus venosus pterygoideus. Vena di bagian wajah
ini tidak mempunyai katup; dengan demikian, infeksi di daerah ini
cenderung menyebar lebih cepat ke arah sentral daripada ke daerah tubuh
lainnya.
b Persarafan
Persarafan ke hidung luar berasal dari cabang-cabang terminal N.
Trigeminus (N V), yakni N. Infratochlearis (V1), N. Nasalis externus
(cabang ethmoidalis anterior V1), N. Infraorbitalis (V2)
2 Hidung Bagian Dalam
Bagian dalam hidung dibagi menjadi dua rongga oleh septum nasi. Septum
ini terdiri dari dua tulang di bagian posterior (lempeng yang tegak
lurus dengan ethmoid dan vomer) dan karilago septum bersegi empat di
belah anterior. Seluruh septum berada di dalam bungkus mukoperikondrial
dan mukoperiostial yang bersambung lapisan lain dasar hidung dan dinding
lateral. Dinding lateral hidung mempunyai anatomi yang rumit. Yang
paling menonjol adalah concha superior, media, dan inferior (kadangkala
ada concha keempat, yaitu choncha suprema). Conchal inferior adalah
concha yang terbesar dan kaya pembuluh darah. Concha media kaya kelenjar
mukosa dan sering mengandung sel-sel udara. Meati nasales diberi nama
sesuai dengan concha yang berada diatasnya. Di meatus inferior,
terdapat muara ductus nasolacrimalis. Di meatus medius terdapat ostia
sinus maxillaris, frontalis, dan ethmoidus anterior. Sel-sel ethmoidus
anterior dan sinus sphenoideus bermuara ke dalam meatus superior atau
recessus sphenoethmoideus.
a Suplai Darah
Suplai darah hidung sebelah dalam berasal dari sistem arteri karotis
eksterna dan internal. Pembuluh darah yang paling sering menimbulkan
epistaksis (area Kiesselbach) di septum nasi anterior merupakan cabang
termonbal arteri ethmoidalis anterior dan superior, cabang septalis
arteri sphenopalatina, cabang-cabang dari arteri nasopalatina, dan
cabang terminal a. Labialis superior. Dinding lateral hidung
mendapatsuplai darah dari arteriae ethmodiales dan cabang nasal lateral
r.sphenopalatinus a.maxillaris internae. Drainase vena hidung bagian
dalam seperti hidung bagian luar dapat mengalrkan darah ke sistem
fasial,oftalmik, dan sistem pterigoid. Kecuali penciuman, sensasi di
hidung sebelah dalam dihantarkan oleh cabang dari cabang pertama dan
kedua n.tregeminus. serabut simpatis yang mempersyarafi pembuluh darah
di dalam hidung berasal dari plexus caroticus yang berjalan bersama
dengan n.carotis externus dan dari bagian petrosus profundus n.vidianus.
serabut parasimpatis pasca ganglion yang mempersarafi kelenjar
sekretorik didalam hidung mempunyai badan sel di dalam ganglion
sphenopalatinum dan serabut praganglion berjalan bersama dengan
n.vidianus. dibawah kondisi normal, hidung dilapisi oleh epitel
pernapasan yang merupakan epitel bertingkat, bersilia, dan kolumnar.
Sinus paranasal adalah ruang berisi udara berpasangan yang dilapisi
oleh membran mukosa. Sinus tersebut berkembang sebagi kantong-kantong
keluar dari membran mukosa hidung dengan kecepatan perkembangan yang
berbeda selama masa bayi dan kanak-kanak. Sinus maxillaris adalah sinus
yang terbesar dan terletak didalam maxilla tepat dibawah orbita. Sinus
ethmoidales yan berjumlah lebih banyak terletak disebelah medial orbita
dan dipisahkan oleh lamina papyraceayang tipis. Sinus ethmoidales di
bagi menjadi banyak sel oleh jaringan-jaringan septa tulang yang
kecil0kecil. Sinus frontales terletak disebalah anterior dan diatas
sinus ethmoidales dan dpisahkan oleh sebuah septum. Dibelakang sinus
ethmoidales , posterior terdapat sinus sphenoidales yang biasanya di
bagi secara tidak sebanding oleh sebuah septum. Struktur-struktur vital
yang berkaitan erat dengan sinus sphenoidales antara lain kelenjar
hipofisis tang terletak disebelah posterosuperior dan arteriae carotis
internae dan nn.optici yang terletak disebelah lateral .
FISIOLOGI
Empat fungsi vital hidung adalah penghidu, pengendali suhu, pengendali kelembapan dan filtrasi partikel.
1. Penghidu
Proses penghidu berlangsung melalui rambut-rambut sensorik N I, yang
menembus lamina cribrosa. Sekalipun dapat terjadi beberapa gangguan
penhidu, penebab anosmia tersering (tidak ada sensasi menghidu) adalah
hanya obstruksi hidung, sederhana seperti yang terjadi pada influenza
atau poliposis hidung yang menghalangi aliran udara untuk mencapai
daerah penghidu
2. Pengendali suhu udara
Pengendali suhu udara yag dihirup diatur ketika udara melewati permukaan
cochae yang luas. Jaringan kapiler yang banyak terdapat dalam jaringan
semierektil memungkinkan pertukaran kalori yang efektif. Beberapa pun
suhu yang dihirup didalam nasofaring jarang berfluktuasi lebih dari 30 F
dari suhu tubuh normal.
3. Pengendali kelembapan
Selimut mukosa yang padat yang dibentuk oleh kelenjar mukosa yang sangat
banyak di dalam mukosa hidung memungkinkan pelembapan udara yang
dihirup secara konstan. Diperkirakan sebanyak 1 liter cairan hilang
melalui hidung sepanjang bernapas selama 24 jam.
4. Filtrasi partikel
Sistem mukosiliar hidung membetikan fungsi filtrasi yang melindungi
terhadap bahan artikel yang terhirup. Kelenjar submukosa dan sel-sel
goblet di epitel pernapasa memasok mukus yang mengalir terus-menerus
sehingga membentuk selimut kental (menghasilkan lebih dari 1 liter
setiap hari). pH sekret tetap konstan pada angka 7 dan juga mengandung
lisozim dan mensekresi imunoglobulin IgA. Pergerakan ritmik silia epitel
mengerakan selimut mukosa ini dengan kecepatan beberapa milimeter per
menit yang kemudian digantikan kembali kira-kira setiap 20 menit.
Fungsi-fungsi sinus paranasal lainnya antara lain meringankan bobot
tengkorak memberikan fungsi hidung tambahan , membrikan penahan suhu
udara untuk otak, ikut mempertajam penghidu, menambah resonasi suara
dan memberikan penopang semacam bantalan (bumper) untuk melindungi wajah
dari trauma.
SISTEM PERSYARAFAN HIDUNG
1. Membran Olfaktorius
Membran olfaktorius terletak di bagian superior setiap lubang hidung. Di
sebelah medial, membran olfaktorius terlipat kebawah disepanjang
permukaan septum superior disebelah lateral terlipat di atas turbinat
superior dan bahkan diatas sebagian kecil permukaan atas turbinat medial
disetiap lubang hidung, membran olfaktorius mempunyai luas permukaan
sekitar 2,4cm persegi.
2. Sel-sel olfaktorius
Sel-sel reseptor untuk sensasi penghidu adalah sel-sel olfaktorius yang
pada dasarnya merupakan sel saraf bipolar yang berasal dari sistem saraf
pusat itu sendiri. Terdapat sekitar 100juta sel seperti ini pada epitel
olfaktorius yang terbesar diantara sel-sel sustentakular. Ujung mukosa
dari sel olfaktorius membentuk tombol yang dari tempat ini akan
dikeluarkan 4-25 rambut olfaktorius (silia olfaktorius) yang berdiameter
0,3 mikrometer dan panjangnya sampai 200 mikrometer, terproyeksi ke
dalam mukus yang melapisi permukaan dalam rongga hidung. Silia
olfaktorius yang terproyeksi ini akan membentuk alas yang padat pada
mukus, dan ini adalah silia yang bereaksi terhadap bau di udara, dan
kemudian akan merangsang sel-sel olfaktorius. Pada membran olfaktorius
diantara sel-sel olfaktorius tersebar banyak glandula bowman yang kecil,
yang menyekresi mukus ke permukaan membran olfaktorius.
3. Penjalaran sinyal-sinyal penghidu ke dalam sistem saraf pusat
Pada kenyataannya, bagian otak yang merupakan asal mula dari olfaksi ini
kemudian berkembang menjadi struktur dasar otak yang mengendalikan
emosi dan aspek perilaku lainnya pada manusia. Sistem ini disebut sistem
limbik
4. Penjalaran sinyal-sinyal olfaktorius ke dalam bulbus olfaktorius
Serabut saraf yang kembali dari bulbus disebut Nervus Kranialis I atau
traktus olfaktorius. Namun demikian, pada kenyataannya kedua traktus dan
bulbus merupakan pertumbuhan jaringan otak dari dasar otak ke arah
anterior. Pembesaran yang berbentuk bulat pada ujungnya disebut bulbus
olfaktorius terletak pada lempeng kribriformis yamg memisahkan rongga
otak dari bagian atas rongga hidung. Lamina krimbiformis memiliki banyak
lubang kecil yang merupakan tempat masuknya saraf-saraf kecil dalam
jumalh yang sesuai berjalan naik dari membran olfaktorius di rongga
hidung memasuki bulbus olfaktorius di rongga kranial menggambanrka
hubungan yang erat antara sel-sel olfaktorius di membran olfaktorius
dengan bulbus olfaktorius yang memperlihatkan bahwa aksonakson pendek
dari sel olfaktorius akan berakhir di struktu globular yang multipel di
dalam bulbus olfaktorius yang disebut glomeruli. Setiap bulbus memiliki
beberapa ribu macam glomerulus yang merupakan ujung dari sekitar 25.000
akson yang berasal dari sel olfaktorius. Setiap glomerulus merupakan
ujung untuk dendrit yang berasal dari sekitar 25 sel-sel mitral yang
besar dan sekitar 60 sel-sel berumbai yang lebih kecil dengan badan sel
yang terletak di bulbus olfaktorius pada bagian superior glumeruli.
Dendrit ini menerima sinaps dari sel olfaktorius, sel mitral dan sel
berumbai yang mengirimkan akson-akson melalui traktus olfaktorius untuk
menjalarkan sinyal-sinyal olfaktorius ke tingkat yang lebih tinggi di
sistem saraf pusat.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa glomeruli yang berbeda akan
memberi respon bau yang berbeda pula. Kemungkinan bahwa glomeruli
tertentu merupakan petunjuk sebenernya untuk menganalisis berbagai
sinyal bau yang dijalarkan ke dalam sistem saraf pusat.
ANATOMI DAN FISIOLOGI
Sistem pendengaran
Sistem yang digunakan untuk mendengar.Hal ini dilakukan terutama oleh sistem pendengaran yang terdiri dari telinga, syaraf-syaraf, dan otak. Manusia dapat mendengar dari 20 Hz sampai 20.000 Hz.
Pendengar luar terdiri atas daun telinga dan liang telinga
luar. Daun telinga adalah sebuah lipatan kulit yang berupa
rangka rawan kuping kenyal. Bagian luar liang telinga luar berdinding
rawan, bagian dalamnya mempunyai dinding tulang. Ke sebelah dalam
liangTelinga luar berfungsi menangkap getaran bunyi, dan telinga tengah
meneruskan getaran dari telinga luar ke telinga dalam. Reseptor yang ada
pada telinga dalam akan menerima rarigsang bunyi dan mengirimkannya
berupa impuls ke otak untuk diolah.
1. Anatomi Telinga
Telinga mempunyai reseptor khusus untuk mengenali getaran bunyi dan
untuk keseimbangan. Ada tiga bagian utama dari telinga manusia, yaitu
bagian telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam.Telinga luar
berfungsi menangkap getaran bunyi, dan telinga tengah meneruskan getaran
dari telinga luar ke telinga dalam. Reseptor yang ada pada telinga
dalam akan menerima rarigsang bunyi dan mengirimkannya berupa impuls ke
otak untuk diolah.
Susunan Telinga
Telinga tersusun atas tiga bagian yaitu telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam.
a. Telinga luar
Telinga luar terdiri dari daun telinga, saluran luar, dan membran
timpani (gendang telinga). Daun telinga manusia mempunyai bentuk yang
khas, tetapi bentuk ini kurang mendukung fungsinya sebagai penangkap dan
pengumpul getaran suara. Bentuk daun telinga yang sangat sesuai dengan
fungsinya adalah daun telinga pada anjing dan kucing, yaitu tegak dan
membentuk saluran menuju gendang telinga. Saluran luar yang dekat dengan
lubang telinga dilengkapi dengan rambut-rambut halus yang menjaga agar
benda asing tidak masuk, dan kelenjar lilin yang menjaga agar permukaan
saluran luar dan gendang telinga tidak kering.Pendengar luar terdiri
atas daun telinga dan liang telinga luar.
Daun telinga adalah sebuah lipatan kulit yang berupa rangka
rawan kuping kenyal. Bagian luar liang telinga luar berdinding rawan,
bagian dalamnya mempunyai dinding tulang. Ke sebelah dalam liang.
Telinga luar berfungsi menangkap getaran bunyi, dan telinga tengah
meneruskan getaran dari telinga luar ke telinga dalam.
Reseptor yang ada pada telinga dalam akan menerima rarigsang bunyi dan
mengirimkannya berupa impuls ke otak untuk diolah.Telinga luar terdiri
dari daun telinga, saluran luar, dan membran timpani (gendang telinga).
Daun telinga manusia mempunyai bentuk yang khas, tetapi bentuk ini
kurang mendukung fungsinya sebagai penangkap dan pengumpul getaran
suara. Bentuk daun telinga yang sangat sesuai dengan fungsinya adalah
daun telinga pada anjing dan kucing, yaitu tegak dan membentuk saluran
menuju gendang telinga. Saluran luar yang dekat dengan lubang telinga
dilengkapi dengan rambut-rambut halus yang menjaga agar benda asing
tidak masuk, dan kelenjar lilin yang menjaga agar permukaan saluran luar
dan gendang telinga tidak kering
b. Telinga tengah
Bagian ini merupakan rongga yang berisi udara untuk menjaga tekanan
udara agar seimbang. Di dalamnya terdapat saluran Eustachio yang
menghubungkan telinga tengah dengan faring. Rongga telinga tengah
berhubungan dengan telinga luar melalui membran timpani. Hubungan
telinga tengah dengan bagian telinga dalam melalui jendela oval dan
jendela bundar yang keduanya dilapisi dengan membran yang transparan.
Selain itu terdapat pula tiga tulang pendengaran yang tersusun seperti
rantai yang menghubungkan gendang telinga dengan jendela oval. Ketiga
tulang tersebut adalah tulang martil (maleus) menempel pada gendang
telinga dan tulang landasan (inkus).
Kedua tulang ini terikat erat oleh ligamentum sehingga mereka bergerak
sebagai satu tulang. Tulang yang ketiga adalah tulang sanggurdi (stapes)
yang berhubungan dengan jendela oval. Antara tulang landasan dan tulang
sanggurdi terdapat sendi yang memungkinkan gerakan bebas. Fungsi
rangkaian tulang dengar adalah untuk mengirimkan getaran suara dari
gendang telinga (membran timpani) menyeberangi rongga telinga tengah ke
jendela oval.Bagian ini merupakan rongga yang berisi udara untuk menjaga
tekanan udara agar seimbang. Di dalamnya terdapat saluran Eustachio
yang menghubungkan telinga tengah dengan faring. Rongga telinga tengah
berhubungan dengan telinga luar melalui membran timpani. Hubungan
telinga tengah dengan bagian telinga dalam melalui jendela oval dan
jendela bundar yang keduanya dilapisi dengan membran yang transparan.
Selain itu terdapat pula tiga tulang pendengaran yang tersusun seperti
rantai yang menghubungkan gendang telinga dengan jendela oval. Ketiga
tulang tersebut adalah tulang martil (maleus) menempel pada gendang
telinga dan tulang landasan (inkus). Kedua tulang ini terikat erat oleh
ligamentum sehingga mereka bergerak sebagai satu tulang. Tulang yang
ketiga adalah tulang sanggurdi (stapes) yang berhubungan dengan jendela
oval. Antara tulang landasan dan tulang sanggurdi terdapat sendi yang
memungkinkan gerakan bebas.
Pendengar tengah terdiri atas rongga gendangan yang berhubungan dengan
tekak melalui tabung pendengar Eustachius. Dalam rongga gendangan
terdapat tulang-tulang pendengar, yaitu martil, landasan dan sanggurdi.
Martil melekat pada selaput gendangan dan dengan sebuah sendi kecil
juga berhubungan dengan landasan.
Landasan mengadakan hubungan dengan sanggurdi melekat pada selaput yang
menutup tingkap jorong pada dinding dalam rongga gendangan telinga
manusia. Fungsi rangkaian tulang dengar adalah untuk mengirimkan getaran
suara dari gendang telinga (membran timpani) menyeberangi rongga
telinga tengah ke jendela oval.
c. Telinga dalam
Bagian ini mempunyai susunan yang rumit, terdiri dari labirin tulang dan
labirin membran.5 bagian utama dari labirin membran, yaitu sebagai
berikut.
1. Tiga saluran setengah lingkaran
2. Ampula
3. Utrikulus
4. Sakulus
5. Koklea atau rumah siput
Sakulus berhubungan dengan utrikulus melalui saluran sempit. Tiga
saluran setengah lingkaran, ampula, utrikulus dan sakulus merupakan
organ keseimbangan, dan keempatnya terdapat di dalam rongga vestibulum
dari labirin tulang.
Koklea mengandung organ Korti untuk pendengaran. Koklea terdiri dari
tiga saluran yang sejajar, yaitu: saluran vestibulum yang berhubungan
dengan jendela oval, saluran tengah dan saluran timpani yang berhubungan
dengan jendela bundar, dan saluran (kanal) yang dipisahkan satu dengan
lainnya oleh membran.
Di antara saluran vestibulum dengan saluran tengah terdapat membran
Reissner, sedangkan di antara saluran tengah dengan saluran timpani
terdapat membran basiler. Dalam saluran tengah terdapat suatu tonjolan
yang dikenal sebagai membran tektorial yang paralel dengan membran
basiler dan ada di sepanjang koklea. Sel sensori untuk mendengar
tersebar di permukaan membran basiler dan ujungnya berhadapan dengan
membran tektorial. Dasar dari sel pendengar terletak pada membran
basiler dan berhubungan dengan serabut saraf yang bergabung membentuk
saraf pendengar. Bagian yang peka terhadap rangsang bunyi ini disebut
organ Korti.
1. Telinga Luar (Auter Ear)
· Aurikula / daun telinga : Terdiri dari tulang rawan elastin
dan kulit. Berfungsi untuk menangkap gelombang suara dan mengarahkannya
ke dalam MAE (Meatus Akustikus Eksterna)
· Meatus Akustikus Eksterna / Liang telinga luar : Panjang ± 2,5
cm, berbentuk huruf S, 1/3 bagian luar terdiri dari tulang rawan,
banyak terdapat kelenjar minyak dan kelenjar serumen yang bersifat
antibakteri dan memberikan perlindungan bagi kulit
· Kanalis auditorius eksternus : Panjangnya sekitar 2,5cm, kulit
pada kanlis mengandung kelenjar glandula seruminosa yang mensekresi
substansi seperti lilin yang disebut serumen. Serumen mempunyai sifat
antibakteri dan memberikan perlindungan pada kulit.kanalis auditorius
eksternus akan berakhir pada membrane timpani.
2. Telinga Tengah
· Membran Timpani / gendang telinga.Gendang telinga terdiri atas 3 lapis:
1. Lapis luar (lanjutan kulit dari liang telinga)
2. Lapis tengah (jaringan ikat yang lentur)
3. Lapis dalam (selaput lendir).
Terdiri dari jaringan fibrosa elastis. Berbentuk bundar dan cekung dari
luar. Terdapat bagian yang disebut pars flaksida, pars tensa, dan umbo.
Refleks cahaya kea rah kiri jam tujuh dan jam lima ke kanan. Dibagi
menjadi 4 kuadran, yaitu: atas depan, atas belakang, bawah depan, dan
bawah belakang. Berfungsi menerima getaran suara dan meneruskannya ke
tulang-tulang pendengaran.
· Tulang-tulang pendengaran : Terdiri dari maleus, incus, dan
stapes. Berfungsi menurunkan amplitude getaran yang diterima membran
timpani dan meneruskannya ke jendela oval.
· Cavum Timpani : Merupakan ruangan yang berhubungan dengan
tulang mastoid sehingga bila terjadi infeksi pada telinga tengah dapat
menjalar menjadi mastoiditis.
· Tuba Eustachius : Bermula di ruang timpani kea rah bawah
sampai nasofaring. Struktur muosa merupakan lanjutan mukosa nasofaring.
Tuba dapat tertutup pada kondisi peningkatan tekanan suara secara
mendadak, dan terbuka saat menelan dan bersin. Berfungsi untuk menjaga
keseimbangan tekanan udara di luar dan di dalam telinga tengah
3. Telinga Dalam
· Koklea : Skala vestibule yang berhubungan dengan vestibular
berisi perylimph. Skala timpani yang berakhir pada jendela bulat, berisi
perylimph. Skala media/duktus koklearis berisi endolimph. Dasar skala
vestibule disebut membran basalis, dimana terdapat organ corti dan sel
rambut sebagai organ pendengaran.
· Kanalis Semisirkularis : Terdiri dari 3 duktus yang
masing-masing berujung pada ampula (sel rambut, krista, kupula), yang
berikatan dengan system keseimbangan tubuh dalam rotasi.
· Vestibula : Terdiri dari sakulus dan utrikel yang mengandung
macula. Berkaitan dengan system keseimbangan tubuh dalam hal posisi.
2. Fisiologi Pendengaran
Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun
telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang
ke koklea. Getaran tersebut menggetarkan membran timpani, diteruskan ke
telinga tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang akan
mengamplifikasi getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan
perkalian perbandigan luas membran timpani dan tingkap lonjong.
Energi getar yang telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang
akan menggerakkan tingkap lonjong sehingga perilimfa pada skala
vestibule bergerak. Getaran diteruskan melalui membran Reissner yang
mendorong endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relative antara
membran basalis dan membran tektoria.
Proses ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya
defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan
terjadi pelepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini
menimbulkan proses depolarisasi sel rambut sehingga melepaskan
neurotransmitter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi
pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nucleus auditorius sampai ke
korteks pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis.(tambahan anfis:
ari + aan)
Gelombang bunyi yang masuk ke dalam telinga luar menggetarkan gendang
telinga. Getaran ini akan diteruskan oleh ketiga tulang dengar ke
jendela oval. Getaran Struktur koklea pada jendela oval diteruskan ke
cairan limfa yang ada di dalam saluran vestibulum.
Getaran cairan tadi akan menggerakkan membran Reissmer dan menggetarkan cairan
limfa dalam saluran tengah. Perpindahan getaran cairan limfa di dalam
saluran tengah menggerakkan membran basher yang dengan sendirinya akan
menggetarkan cairan dalam saluran timpani. Perpindahan ini menyebabkan
melebarnya membran pada jendela bundar.
Getaran dengan frekuensi tertentu akan menggetarkan selaput-selaput
basiler, yang akan menggerakkan sel-sel rambut ke atas dan ke bawah.
Ketika rambut-rambutsel menyentuh membran tektorial, terjadilah
rangsangan (impuls). Getaran membran tektorial dan membran basiler akan
menekan sel sensori pada organ Korti dan kemudian menghasilkan impuls
yang akan dikirim ke pusat pendengar di dalam otak melalui saraf
pendengaran.
Cara kerja indra pendengaran
Gelombang bunyi yang masuk ke dalam telinga luar menggetarkan gendang
telinga. Getaran ini akan diteruskan oleh ketiga tulang dengar ke
jendela oval. Getaran Struktur koklea pada jendela oval diteruskan ke
cairan limfa yang ada di dalam saluran vestibulum.
Getaran cairan tadi akan menggerakkan membran Reissmer dan menggetarkan cairan
limfa dalam saluran tengah. Perpindahan getaran cairan limfa di dalam
saluran tengah menggerakkan membran basher yang dengan sendirinya akan
menggetarkan cairan dalam saluran timpani. Perpindahan ini menyebabkan
melebarnya membran pada jendela bundar.
Getaran dengan frekuensi tertentu akan menggetarkan selaput-selaput
basiler, yang akan menggerakkan sel-sel rambut ke atas dan ke bawah.
Ketika rambut-rambut sel menyentuh membran tektorial, terjadilah
rangsangan (impuls). Getaran membran tektorial dan membran basiler akan
menekan sel sensori pada organ Korti dan kemudian menghasilkan impuls
yang akan dikirim ke pusat pendengar di dalam otak melalui saraf
pendengaran.
Susunan dan Cara Kerja Alat Keseimbangan
Bagian dari alat vestibulum atau alat keseimbangan berupa tiga saluran
setengah lingkaran yang dilengkapi dengan organ ampula (kristal) dan
organ keseimbangan yang ada di dalam utrikulus clan sakulus.
Ujung dari setup saluran setengah lingkaran membesar dan disebut ampula
yang berisi reseptor, sedangkan pangkalnya berhubungan dengan utrikulus
yang menuju ke sakulus. Utrikulus maupun sakulus berisi reseptor
keseimbangan. Alat keseimbangan yang ada di dalam ampula terdiri dari
kelompok sel saraf sensori yang mempunyai rambut dalam tudung gelatin
yang berbentuk kubah. Alat ini disebut kupula. Saluran semisirkular
(saluran setengah lingkaran) peka terhadap gerakan kepala.
Alat keseimbangan di dalam utrikulus dan sakulus terdiri dari sekelompok
sel saraf yang ujungnya berupa rambut bebas yang melekat pada otolith,
yaitu butiran natrium karbonat. Posisi kepala mengakibatkan desakan
otolith pada rambut yang menimbulkan impuls yang akan dikirim ke
otak.Bagian dari alat vestibulum atau alat keseimbangan berupa tiga
saluran setengah lingkaran yang dilengkapi dengan organ ampula (kristal)
dan organ keseimbangan yang ada di dalam utrikulus clan sakulus.
Ujung dari setup saluran setengah lingkaran membesar dan disebut
ampulayang berisi reseptor, sedangkan pangkalnya berhubungan dengan
utrikulus yang menuju ke sakulus. Utrikulus maupun sakulus berisi
reseptor keseimbangan.
Alat keseimbangan yang ada di dalam ampula terdiri dari kelompok sel
saraf sensori yang mempunyai rambut dalam tudung gelatin yang berbentuk
kubah. Alat ini disebut kupula. Saluran semisirkular (saluran setengah
lingkaran) peka terhadap gerakan kepala.Alat keseimbangan di dalam
utrikulus dan sakulus terdiri dari sekelompok sel saraf yang ujungnya
berupa rambut bebas yang melekat pada otolith,yaitu butiran natrium
karbonat. Posisi kepala mengakibatkan desakan otolith pada rambut yang
menimbulkan impuls yang akan dikirim ke otak.
A. Definisi
Katarak
Katarak
menyebabkan penglihatan menjadi berkabut/buram. Katarak merupakan keadaan
patologik lensa dimana lensa menjadi keruh akibat hidrasi cairan lensa atau denaturasi
protein lensa, sehingga pandangan seperti tertutup air terjun atau kabut merupakan penurunan progresif kejernihan
lensa, sehingga ketajaman penglihatan berkurang
(Corwin, 2000).
B. Etiologi
Katarak
Berbagai macam
hal yang dapat mencetuskan katarak antara lain (Corwin,2000):
1. Usia lanjut dan proses penuaan
2. Congenital atau bisa diturunkan.
3. Pembentukan katarak dipercepat oleh
faktor lingkungan, seperti merokok atau bahan beracun
lainnya.
4. Katarak bisa disebabkan oleh cedera
mata, penyakit metabolik (misalnya diabetes) dan
obat-obat tertentu (misalnya kortikosteroid).
Katarak juga
dapat disebabkan oleh beberapa faktor risiko lain, seperti:
1. Katarak traumatik yang disebabkan
oleh riwayat trauma/cedera pada mata.
2. Katarak sekunder yang disebabkan
oleh penyakit lain, seperti: penyakit/gangguan metabolisme,
proses peradangan pada mata, atau diabetes melitus.
3. Katarak yang disebabkan oleh paparan
sinar radiasi.
4. Katarak yang disebabkan oleh penggunaan
obat-obatan jangka panjang, seperti kortikosteroid
dan obat penurun kolesterol.
5. Katarak kongenital yang dipengaruhi
oleh faktor genetik (Admin,2009).
C. Patofisiologi
D. Manifestasi
Klinis
Gejala subjektif dari pasien dengan
katarak antara lain:
1. Biasanya klien melaporkan penurunan
ketajaman penglihatan dan silau serta gangguan
fungsional yang diakibatkan oleh kehilangan penglihatan tadi.
2. Menyilaukan dengan distorsi bayangan
dan susah melihat di malam hari
Gejala objektif biasanya meliputi:
1. Pengembunan seperti mutiara
keabuan pada pupil sehingga retina tak akan tampak dengan oftalmoskop. Ketika lensa sudah menjadi opak, cahaya akan
dipendarkan dan bukannya
ditransmisikan dengan tajam menjadi bayangan terfokus pada retina. Hasilnya adalah pandangan menjadi
kabur atau redup. Pupil yang normalnya hitam akan
tampak abu-abu atau putih. Pengelihatan seakan-akan melihat asap dan pupil mata seakan akan bertambah putih.
2. Pada
akhirnya apabila katarak telah matang pupil akan tampak benar-benar putih.
Gejala umum gangguan katarak meliputi:
1. Penglihatan tidak jelas, seperti
terdapat kabut menghalangi objek.
2. Gangguan penglihatan bisa berupa:
ü Peka terhadap sinar atau cahaya.
ü Dapat melihat dobel pada satu mata
(diplobia).
ü Memerlukan pencahayaan yang terang
untuk dapat membaca.
ü Lensa mata berubah menjadi buram
seperti kaca susu.
ü Kesulitan melihat pada malam hari
ü Melihat lingkaran di sekeliling
cahaya atau cahaya terasa menyilaukan mata
ü Penurunan ketajaman penglihatan (
bahkan pada siang hari )
E. Klasifikasi Katarak
Katarak dapat diklasifikasikan
menurut umur penderita:
1. Katarak Kongenital, sejak sebelum
berumur 1 tahun sudah terlihat disebabkan oleh infeksi virus yang dialami ibu
pada saat usia kehamilan masih dini (Farmacia, 2009). Katarak kongenital adalah
katarak yang mulai terjadi sebelum atau segera setelah lahir dan bayi berusia
kurang dari 1 tahun. Katarak kongenital merupakan penyebab kebutaan pada bayi
yang cukup berarti terutama akibat penanganannya yang kurang tepat.
Katarak kongenital sering ditemukan pada
bayi yang dilahirkan oleh ibu-ibu yang menderita penyakit rubela, galaktosemia,
homosisteinuri, toksoplasmosis, inklusi sitomegalik,dan histoplasmosis,
penyakit lain yang menyertai katarak kongenital biasanya berupa
penyakit-penyakt herediter seperti mikroftlmus, aniridia, koloboma iris,
keratokonus, iris heterokromia, lensa ektopik, displasia retina, dan megalo
kornea. Untuk mengetahui penyebab katarak
kongenital diperlukan pemeriksaan riwayat prenatal infeksi ibu seperti rubela
pada kehamilan trimester pertama dan pemakainan obat selama kehamilan.
Kadang-kadang terdapat riwayat kejang, tetani, ikterus, atau hepatosplenomegali
pada ibu hamil. Bila katarak disertai uji reduksi pada urine yang positif,
mungkin katarak ini terjadi akibat galaktosemia. Sering katarak kongenital
ditemukan pada bayi prematur dan gangguan sistem saraf seperti retardasi
mental.
Pemeriksaan darah pada katarak kongenital perlu dilakukan karena ada hubungan katarak kongenital dengan diabetes melitus, fosfor, dan kalsium. Hampir 50 % katarak kongenital adalah sporadik dan tidak diketahui penyebabnya. Pada pupil bayi yang menderita katarak kongenital akan terlihat bercak putih atau suatu leukokoria.
Pemeriksaan darah pada katarak kongenital perlu dilakukan karena ada hubungan katarak kongenital dengan diabetes melitus, fosfor, dan kalsium. Hampir 50 % katarak kongenital adalah sporadik dan tidak diketahui penyebabnya. Pada pupil bayi yang menderita katarak kongenital akan terlihat bercak putih atau suatu leukokoria.
2. Katarak
Juvenil, Katarak yang lembek dan terdapat pada orang muda, yang mulai
terbentuknya pada usia kurang dari 9 tahun dan lebih dari 3 bulan. Katarak
juvenil biasanya merupakan kelanjutan katarak kongenital. Katarak juvenil
biasanya merupakan penyulit penyakit sistemik ataupun metabolik dan penyakit
lainnya
3. Katarak
Senil, setelah usia 50 tahun akibat penuaan. Katarak senile biasanya berkembang
lambat selama beberapa tahun, Kekeruhan lensa dengan nucleus yang mengeras
akibat usia lanjut yang biasanya mulai terjadi pada usia lebih dari 60 tahun.
(Ilyas, Sidarta: Ilmu Penyakit Mata, ed. 3). Katarak Senil sendiri terdiri dari 4 stadium, yaitu:
a) Stadium awal (insipien).
Pada stadium awal (katarak insipien)
kekeruhan lensa mata masih sangat minimal, bahkan tidak terlihat tanpa
menggunakan alat periksa. Pada saat ini seringkali penderitanya tidak merasakan
keluhan atau gangguan pada penglihatannya, sehingga cenderung diabaikan.
Kekeruhan mulai dari tepi ekuator berbentuk jeriji menuju korteks anterior dan
posterior ( katarak kortikal ). Vakuol mulai terlihat di dalam korteks. Katarak
sub kapsular posterior, kekeruhan mulai terlihat anterior subkapsular
posterior, celah terbentuk antara serat lensa dan dan korteks berisi jaringan
degenerative(benda morgagni)pada katarak insipient kekeruhan ini dapat menimbulkan
poliopia oleh karena indeks refraksi yang tidak sama pada semua bagian lensa.
Bentuk ini kadang-kadang menetap untuk waktu yang lama.
(Ilyas, Sidarta : Katarak Lensa Mata Keruh, ed. 2,).
(Ilyas, Sidarta : Katarak Lensa Mata Keruh, ed. 2,).
b) Stadium imatur.
Pada stadium yang lebih lanjut,
terjadi kekeruhan yang lebih tebal tetapi tidak atau belum mengenai seluruh
lensa sehingga masih terdapat bagian-bagian yang jernih pada lensa. Pada
stadium ini terjadi hidrasi kortek yang mengakibatkan lensa menjadi bertambah
cembung. Pencembungan lensa akan mmberikan perubahan indeks refraksi dimana
mata akan menjadi mioptik. Kecembungan ini akan mengakibatkan pendorongan iris
kedepan sehingga bilik mata depan akan lebih sempit.( (Ilyas, Sidarta : Katarak
Lensa Mata Keruh, ed. 2,).
c) Stadium matur.
Bila proses degenerasi berjalan
terus maka akan terjadi pengeluaran air bersama-sama hasil desintegrasi melalui
kapsul. Didalam stadium ini lensa akan berukuran normal. Iris tidak terdorong
ke depan dan bilik mata depan akan mempunyai kedalaman normal kembali. Kadang
pada stadium ini terlihat lensa berwarna sangat putih akibatperkapuran
menyeluruh karena deposit kalsium ( Ca ). Bila dilakukan uji bayangan iris akan
terlihat negatif.( Ilyas, Sidarta : Katarak Lensa Mata Keruh, ed. 2,).
d)
Stadium hipermatur. Katarak yang terjadi akibatkorteks yang mencair
sehingga masa lensa ini dapat keluar melalui kapsul. Akibat pencairan korteks
ini maka nukleus "tenggelam" kearah bawah (jam 6)(katarak morgagni).
Lensa akan mengeriput. Akibat masa lensa yang keluar kedalam bilik mata depan
maka dapat timbul penyulit berupa uveitis fakotoksik atau galukoma fakolitik
(Ilyas, Sidarta : Katarak Lensa Mata Keruh, ed. 2,).
4) Katarak
Intumesen. Kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa akibat lensa
degenerative yang menyerap air. Masuknya air ke dalam celah lensa disertai
pembengkakan lensa menjadi bengkak dan besar yang akan mendorong iris sehingga
bilik mata menjadi dangkal dibanding dengan keadaan normal. Pencembungan lensa
ini akan dapat memberikan penyulit glaucoma.
Katarak intumesen biasanya terjadi pada
katarak yang berjalan cepat dan mengakibatkan miopi lentikularis. Pada keadaan
ini dapat terjadi hidrasi korteks hingga akan mencembung dan daya biasnya akan
bertambah, yang meberikan miopisasi. Pada pemeriksaan slitlamp terlihat vakuol
pada lensa disertai peregangan jarak lamel serat lensa. (Ilyas, Sidarta :
Katarak Lensa Mata Keruh, ed. 2,)
5) Katarak Brunesen. Katarak yang berwarna coklat
sampai hitam (katarak nigra) terutama pada lensa, juga dapat terjadi pada katarak
pasien diabetes militus dan miopia tinggi. Sering tajam penglihatan lebih baik
dari dugaan sebelumnya dan biasanya ini terdapat pada orang berusia lebih dari
65 tahun yang belum memperlihatkan adanya katarak kortikal posterior. (Ilyas,
Sidarta: Ilmu Penyakit Mata, ed. 3)
Tabel 1.1 Perbedaan karakteristik
Katarak (Ilyas, 2001)
Insipien
|
Imatur
|
Matur
|
Hipermatur
|
|
Kekeruhan
|
Ringan
|
Sebagian
|
Seluruh
|
Masif
|
Cairan Lensa
|
Normal
|
Bertambah
|
Normal
|
Berkurang
|
Iris
|
Normal
|
Terdorong
|
Normal
|
Tremulans
|
Bilik mata depan
|
Normal
|
Dangkal
|
Normal
|
Dalam
|
Sudut bilik mata
|
Normal
|
Sempit
|
Normal
|
Terbuka
|
Shadow test
|
(-)
|
(+)
|
(-)
|
+/-
|
Visus
|
(+)
|
<
|
<<
|
<<<
|
Penyulit
|
(-)
|
Glaukoma
|
(-)
|
Uveitis+glaukoma
|
Klasifikasi katarak berdasarkan lokasi terjadinya:
1. Katarak Inti ( Nuclear
)
Merupakan
yang paling banyak terjadi. Lokasinya terletak pada nukleus atau bagian tengah
dari lensa. Biasanya karena proses penuaan.
2. Katarak Kortikal
Katarak kortikal ini biasanya terjadi pada korteks. Mulai
dengan kekeruhan putih mulai dari tepi lensa dan berjalan ketengah sehingga
mengganggu penglihatan. Banyak pada penderita DM.
3. Katarak Subkapsular.
Mulai dengan kekeruhan kecil dibawah kapsul lensa, tepat
pada lajur jalan sinar masuk. DM, renitis pigmentosa dan pemakaian kortikosteroid
dalam jangka waktu yang lama dapat mencetuskan kelainan ini. Biasanya dapat
terlihat pada kedua mata.
F. Penatalaksanaan
katarak
Gejala-gejala yang timbul pada
katarak yang masih ringan dapat dibantu dengan menggunakan kacamata,
lensa pembesar, cahaya yang lebih terang, atau kacamata yang dapat meredamkan
cahaya. Pada tahap ini tidak diperlukan tindakan operasi.
Tindakan operasi katarak
merupakan cara yang efektif untuk memperbaiki lensa mata, tetapi tidak
semua kasus katarak memerlukan tindakan operasi. Operasi katarak perlu
dilakukan jika kekeruhan lensa menyebabkan penurunan tajam pengelihatan
sedemikian rupa sehingga mengganggu pekerjaan sehari-hari. Operasi katarak
dapat dipertimbangkan untuk dilakukan jika katarak terjadi berbarengan dengan
penyakit mata lainnya, seperti uveitis yakni adalah peradangan pada uvea. Uvea
(disebut juga saluran uvea) terdiri dari 3 struktur:
1. Iris :
Cincin berwarna yang melingkari pupil yang berwarna hitam.
2. Badan silier : Otot-otot yang membuat lensa menjadi lebih tebal.
3. Koroid : Lapisan mata bagian dalam yang membentang dari
ujung otot silier
ke saraf optikus di bagian belakang mata.
Sebagian atau seluruh uvea bisa mengalami peradangan.
Peradangan yang terbatas pada iris disebut iritis, jika terbatas pada koroid
disebut koroiditis. Juga operasi katarak akan dilakukan bila berbarengan dengan
glaukoma, dan retinopati diabetikum. Selain itu jika hasil yang didapat setelah
operasi jauh lebih menguntungkan dibandingkan dengan risiko operasi yang
mungkin terjadi. Pembedahan lensa dengan katarak dilakukan bila mengganggu
kehidupan social atau atas indikasi medis lainnya.( Ilyas, Sidarta: Ilmu
Penyakit Mata, ed. 3). Indikasi dilakukannya operasi katarak :
1. Indikasi sosial : Jika pasien mengeluh adanya gangguan
penglihatan dalam melakukan rutinitas pekerjaan.
2. Indikasi medis : Bila ada komplikasi seperti glaucoma.
3. Indikasi optic : Jika dari hasil pemeriksaan visus dengan
hitung jari dari jarak 3m didapatkan
hasil visus 3/60.
Ada beberapa jenis operasi yang
dapat dilakukan, yaitu:
1. ICCE ( Intra Capsular Cataract
Extraction)
Yaitu
dengan mengangkat semua lensa termasuk kapsulnya. Sampai akhir tahun 1960 hanya
itulah teknik operasi yg tersedia.
2. ECCE
(Ekstra Capsular Cataract Extraction) terdiri dari 2 macam yakni:
- Standar ECCE atau planned ECCE dilakukan dengan mengeluarkan lensa secara manual setelah membuka kapsul lensa. Tentu saja dibutuhkan sayatan yang lebar sehingga penyembuhan lebih lama.
- Fekoemulsifikasi (Phaco Emulsification). Bentuk ECCE yang terbaru dimana menggunakan getaran ultrasonic untuk menghancurkan nucleus sehingga material nucleus dan kortek dapat diaspirasi melalui insisi ± 3 mm. Operasi katarak ini dijalankan dengan cukup dengan bius lokal atau menggunakan tetes mata anti nyeri pada kornea (selaput bening mata), dan bahkan tanpa menjalani rawat inap. Sayatan sangat minimal, sekitar 2,7 mm. Lensa mata yang keruh dihancurkan (Emulsifikasi) kemudian disedot (fakum) dan diganti dengan lensa buatan yang telah diukur kekuatan lensanya dan ditanam secara permanen. Teknik bedah katarak dengan sayatan kecil ini hanya memerlukan waktu 10 menit disertai waktu pemulihan yang lebih cepat.
Pascaoperasi pasien diberikan tetes
mata steroid dan antibiotik jangka pendek. Kacamata baru dapat diresepkan
setelah beberapa minggu, ketika bekas insisi telah sembuh. Rehabilitasi visual
dan peresepan kacamata baru dapat dilakukan lebih cepat dengan metode
fakoemulsifikasi. Karena pasien tidak dapat berakomodasi maka pasien akan
membutuhkan kacamata untuk pekerjaan jarak dekat meski tidak dibutuhkan
kacamata untuk jarak jauh. Saat ini digunakan lensa intraokular multifokal.
Lensa intraokular yang dapat berakomodasi sedang dalam tahap pengembangan
Apabila tidak terjadi gangguan pada
kornea, retina, saraf mata atau masalah mata lainnya, tingkat keberhasilan dari
operasi katarak cukup tinggi, yaitu mencapai 95%, dan kasus komplikasi saat
maupun pasca operasi juga sangat jarang terjadi. Kapsul/selaput dimana lensa
intra okular terpasang pada mata orang yang pernah menjalani operasi katarak
dapat menjadi keruh. Untuk itu perlu terapi laser untuk membuka kapsul yang
keruh tersebut agar penglihatan dapat kembali menjadi jelas.
G. Pemeriksaan Fisik
Tehnik yang biasanya dipergunakan dalam pemeriksaan oftalmologis adalah inspeksi dan palpasi. Inspeksi visual dilakukan dengan instrumen oftalmik khusus dan sumber cahaya. Palpasi bisa dilakukan untuk mengkaji nyeri tekan mata dan deformitas dan untuk mengeluarkan cairan dari puncta. Palpasi juga dilakukan untuk mendeteksi secara kasar (jelas terlihat) tingkat tekanan intraokuler.
Seperti pada semua pemeriksaan fisik, perawat menggunakan pendekatan sitematis, biasanya dari luar ke dalam. Struktur eksternal mata dan bola mata di evaluasi lebih dahulu, kemudian diperiksa struktur internal. Struktur eksternal mata diperiksa terutama dengan inspeksi. Struktur ini meliputi alis, kelopak mata, bulu mata, aparatus maksilaris, konjungtiva, kornea, kamera anterior, iris, dan pupil.
Ketika melakukan pemeriksaan dari luar ke dalam, yang dilakukan perawat adalah :
a. Melakukan obsevasi keadaan umum mata dari jauh.
b. Alis diobsevasi mengenai kuantitas dan penyebaran rambutnya. Kelopak mata diinspeksi warna, keadaan kulit, dan ada tidaknya serta arahnya tumbuhnya bulu mata.
c. Catat adanya jaringan parut, pembengkakan, lepuh, laserasi, cedera lain dan adanya benda asing.
H. PemeriksaanDiagnostik
1. Kartu
mata snellen/mesin telebinokular (test ketajaman penglihatan dan sentral penglihatan)
2. Lapang
penglihatan
3. Pengukuran
tonografi
4. Test
provokatif
5. Pemeriksaanoftalmoskopi
6. Darah
lengkap, laju sedimentasi (LED)
7. Test
toleransi glaukosa/ FBS
I. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi dari
penyakit katarak, yaitu : nistagmus dan
strabismus dan bila katarak dibiarkan maka akan mengganggu penglihatan dan akan
menimbulkan komplikasi penyakit berupa glukoma dan uveitis.
J. Pencegahan Katarak
a. Mengontrol
penyakit yang berhubungan dengan katarak dan menghindari faktor faktor yang
mempercepat terbentuknya katarak.
b. Menggunakan
kaca mata hitam ketika berada di luar ruangan pada siang hari bisa mengurangi
jumlah sinar ultraviolet yang masuk ke dalam mata.
c. Berhenti merokok
bisa mengurangi resiko terjadinya katarak.
d. Mengkonsumsi
buah-buahan yang banyak mengandung vit C, vit A dan vit E
1.
Asuhan keperawatan katarak
PENGKAJIAN
1. Data Demografi
Nama klien : Tn. B
Umur :
45 Tahun
Diagnosa Medik : Katarak
Tanggal Masuk : 13 – 05 - 2013
Alamat :
Kampung rawa
Suku : Sulawesi
Agama :
islam
Pekerjaan :
PNS
Status perkawinan: Menikah
2. Riwayat Penyakit
a. Keluhan Utama
Klien mengeluh penglihatan kabur seperti
berawan, padahal Tn. B sudah menggunakan kaca mata plus 1dan minus 2,5 pada
obita dextra dan sinistra. Pemeriksaan fisik dengan Opthalmoscope bagian kornea
ada selaput putih. Sudah 2 tahun ini Tn. B dinyatakan menderita diabetes
mellitus, dan menjalankan pengobatan secara teratur. Oleh dokter spesialis mata
Tn. B dinyatakan katarak. Tn. B dipersiapkan untuk dilakukan operasi katarak 2
hari lagi jika kadar gula darahnya sudah normal. TTV saat ini
a. TD : 140/90 mmhg
b. Nadi : 84 x/menit
c. Suhu : 37,40 C
d. RR : 24x/menit
DATA FOKUS
Data Subjektif
|
Data Objektif
|
1.
Klien
mengatakan penglihatan kabur seperti
berawan, padahal sudah menggunakan
kaca mata plus 1 dan minus 2.5 pada orbita dextra dan sinistra.
2.
Klien
mengatakan sudah 2 tahun ini mempunyai Diabetes Melitus, dan menjalankan
pengobatan secara teratur
3.
Klien mengatakan
tidak mengerti kenapa sampai mengalami katarak
4.
Kemungkinan klien mengatakan cemas memikirkan biaya untuk
operasinya.
5.
Kemungkinan
klien mengatakan kesulitan untuk beraktivitas
6.
Kemungkinan
klien mengatakan penglihatannya tidak jelas
7.
Kemungkinan
klien mengatakan jika terkena sinar/paparan matahari menyilaukan mata
8.
Kemungkinan
klien mengatakan jika melihat sesuatu berbayang-bayang/menjadi dua bayangan.
9.
Kemungkinan
klien mengatakan takut akan kondisinya.
10.
Kemungkinan
klien mengatakan tidak tahu sama sekali tentang penyakitnya.
11.
Kemungkinan
klien mengatakan cemas takut tidak berhasil menjalankan operasinya.
12.
Kemungkinan
klien mengatakan gelisah
13.
Kemungkinan
klien mengatakan cemas terhadap penyakit yang dideritanya.
14.
apakah sembuh/tidak.
15.
Kemungkinan
klien mengatakan pada bagian mata nyeri.
16.
Kemungkinan
klien mengatakan tidak tahan terhadap nyerinya.
17.
Kemungkinan
klien mengatakan badannya panas sehabis operasi beberapa hari kemudian.
18.
Kemungkinan
klien mengatakan tidak tahu dengan cara perawatan luka post operasi.
19.
Kemungkinan klien mengatakan berasal dari
keluarga kurang mampu.
|
1.
Hasil
pemeriksaan fisik dengan opthalmoscope bagian kornea ada selaput putih
2.
Vital sign :
a)
TD : 140/90 mmHg
b)
N: 84x/menit
c) T :37,4 0c
d) RR: 24x/menit
3. Hasil pemeriksaan : BB : 78 kg dan
4. GDS terakhir 210
5. Kemungkinan klien
terlihat sulit untuk beraktivitas.
6. Kemungkinan klien wajahnya tampak gelisah
7. Kemungkinan klien terlihat terus bertanya-tanya dengan pertanyaan yang sama.
8. Kemungkinan klien terlihat bingung.
9. Kemungkinan klien terlihat cemas.
10. Kemungkinan klien terlihat takut
11. Kemungkinan klien terlihat tegang.
12. Kemungkinan klien terlihat
memfokuskan pada dirinya sendiri.
13. Kemungkinan skla nyeri (6)
14. Kemungkinan klien terlihat menahan
rasa sakit.
15. Kemungkinan klien terlihat
merintih kesakitan ( nyeri )
16. Kemungkinan terlihat pada bagian
luka oprasi klien terdapat kemerahan.
17. Kemungkinan terlihat pada bagian
luka klien mengalami iritasi.
18. Kemungkinan klien dan keluarganya
tampak masih bingung dengan perawatan luka post operasi.
|
ANALISA DATA
No.
|
Tanggal Ditemukan
|
Data Fokus
|
Masalah Keperawatan
|
Etiologi
|
Paraf
|
PRE OPERASI
|
|||||
1
|
DS :
·
Klien
mengatakan penglihatan kabur seperti berawan, padahal Tn.B sudah menggunakan
kaca mata plus 1 dan minus 2.5 pada orbita dextra dan sinistra
·
Kemungkinan
klien mengatakan kesulitan untuk beraktivitas
·
Kemungkinan
klien mengatakan penglihatannya tidak jelas
·
Kemungkinan
klien mengatakan jika terkena sinar/paparan matahari menyilaukan mata
·
Kemungkinan
klien mengatakan jika melihat sesuatu berbayang-bayang/menjadi dua bayangan
DO:
·
Hasil
pemeriksaan fisik dengan opthalmoscope bagian kornea ada selaput putih
·
Kemungkinan klien terlihat sulit untuk beraktivitas.
|
Gangguan persepsi sensori-perseptual penglihatan.
|
Gangguan
penerimaan sensori/status organ indera ditandai dengan menurunnya ketajaman penglihatan.
|
||
2
|
DS
·
Klien mengatakan cemas memikirkan biaya untuk operasinya.
·
Kemungkinan
klien mengatakan cemas takut tidak berhasil menjalankan operasinya
·
Kemungkinan
klien mengatakan gelisah
·
Kemungkinan
klien mengatakan cemas terhadap penyakit yang dideritanya.
DO
·
Kemungkinan
terlihat wajah klien tampak gelisah.
·
Kemungkinan
klien terlihat tegang.
·
Kemungkinan
klien terlihat memfokuskan pada diri sendiri.
·
Kemungkinan klien terlihat cemas.
·
Kemungkinan
klien terlihat takut
|
Ansietas.
|
Perubahan
pada status kesehatan.
|
||
3
|
DS :
·
Klien
mengatakan tidak mengerti kenapa sampai mengalami katarak
·
Kemungkinan
klien mengatakan takut akan kondisinya.
·
Kemungkinan
klien mengatakan tidak tahu sama sekali tentang penyakitnya.
·
Kemungkinan
klien mengatakan cemas terhadap penyakit yang dideritanya apakah sembuh/tidak
DO:
·
Kemungkinan
wajah tampak gelisah
·
Kemungkinan
klien terlihat terus bertanya-tanya dengan pertanyaan yang sama.
·
Kemungkinan
klien terlihat bingung.
|
Kurang Pengetahuan.
|
kurang
informasi tentang penyakit.
|
||
POST OPERASI
|
|||||
4
|
DS :
·
Kemungkinan
klien mengatakan nyeri pada bagian mata pasca operasi.
·
Kemungkinan
klien mengatakan tidak tahan ternhadap nyerinya
DO :
·
Vital sign :
a) TD : 140/90 mmHg
b) N: 84x/menit
c) T :37,4 0c
d) RR: 24x/menit
·
Kemungkinan
skla nyeri (6)
·
Kemungkinan
klien terlihat menahan rasa sakit.
·
Kemungkinan
klien terlihat merintih kesakitan ( nyeri )
|
Nyeri.
|
Luka pasca operasi.
|
||
5
|
DS
·
Klien
mengatakan penglihatan kabur seperti berawan, padahal sudah menggunakan kaca
mata plus 1 dan minus 2.5 pada orbita dextra dan sinistra
·
Kemungkinan
klien mengatakan kesulitan untuk beraktivitas
·
Kemungkinan
klien mengatakan penglihatannya tidak jelas
·
Kemungkinan
klien mengatakan jika melihat sesuatu berbayang-bayang/menjadi dua bayangan
|
Resiko tinggi terhadap cidera.
|
Keterbatasan penglihatan.
|
||
6
|
DS :
·
Kemungkinan
klien mengatakan badannya panas sehabis operasi beberapa hari kemudian
DO :
·
Vital sign :
a)
TD : 140/90 mmHg
b)
N: 84x/menit
c)
T :37,4 0c
d)
RR: 24x/menit
|
Risiko
infeksi.
|
Prosedur invasif (operasi katarak).
|
||
7
|
DS :
·
Kemungkinan
klien mengatakan tidak tahu dengan cara perawatan luka post operasi.
·
Kemungkinan klien mengatakan berasal dari
keluarga kurang mampu.
DO :
·
Kemungkinan
klien dan keluarganya tampak masih bingung dengan perawatan luka post
operasi.
|
Resiko ketidak efektifan penatalaksanaan regimen terapeutik.
|
kurang pengetahuan, kurang sumber pendukung.
|
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
No.
|
Diagnosa keperawatan
|
Tanggal ditemukan
|
Tanggal Teratasi
|
1.
|
Gangguan persepsi sensori-perseptual penglihatan b.d Gangguan penerimaan sensori/status organ indera ditandai
dengan menurunnya ketajaman.
|
12 – 05 /
2013
|
15 – 05 /
2013
|
2.
|
Ansietas
b.d Perubahan pada status kesehatan.
|
12 – 05 /
2013
|
15 – 05 /
2013
|
3.
|
Kurang
pengetahuan b.d Kurang informasi tentang penyakit
|
12 – 05 /
2013
|
12 – 05 /
2013
|
4.
|
Nyeri
b.d Luka pasca operasi.
|
15 – 05 /
2013
|
18 – 05 /
2013
|
5.
|
Resiko tinggi
terhadap cidera b.d Keterbatasan penglihatan.
|
15 – 05 /
2013
|
18 – 05 /
2013
|
6.
|
Risiko
infeksi b.d Prosedur invansif ( operasi katarak )
|
15 – 05 /
2013
|
18 – 05 /
2013
|
7.
|
Resiko ketidakefektifan penatalaksanaan regimen terapeutik b.d
kurang pengetahuan, kurang sumber pendukung.
|
15 – 05 /
2013
|
18 – 05 /
2013
|
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
No.
|
Diagnosa Keperawatan
|
Tujuan
|
Kriteria hasil
|
Intervensi
|
Rasional
|
1.
|
Gangguan persepsi sensori-perseptual penglihatan b.d Gangguan penerimaan sensori/status organ indera ditandai
dengan menurunnya ketajaman penglihatan.
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
masalah presepsi sensori penglihatan teratasi
|
· Mengenal gangguan sensori danber
kompensasi terhadap perubahan.
· Mengidentifikasi/memperbaiki
potensial bahaya dalam lingkungan.
|
1.
Kaji
ketajaman penglihatan, catat apakah satu atau dua mata terlibat.
2.
Orientasikan
klien tehadaplingkungan.
3.
Observasi
tanda-tandadisorientasi.
4.
Pendekatan
dari sisi yangtak dioperasi, bicaradengan menyentuh.
5.
Ingatkan
klien menggunakan kacamata katarak yang tujuannya memperbesar kurang lebih
25%, penglihatan perifer hilang.
6.
Letakkan
barang yang dibutuhkan/posisi bel pemanggil dalam jangkauan/posisi yang
sehat.
|
1.
Kebutuhan
tiap individu dan pilihan intervensi bervariasi sebab kehilanganpenglihatan
terjadi lambatdan progresif.
2.
Memberikan
peningkatankenyamanan dan kekeluargaan, menurunkan cemas dan
disorientasipasca operasi.
3.
Terbangun
dalam lingkungan yang tidak dikenal dan mengalamiketerbatasan
penglihatandapat mengakibatkankebingungan terhadap orang tua.
4.
Memberikan
rangsangsensori tepat terhadapisolasi dan menurunkanbingung.
5.
Perubahan
ketajaman dankedalaman persepsi dapat menyebabkan bingung penglihatan dan
meningkatkan resiko cedera sampai pasien belajar untuk mengkompensasi.
6.
Memungkinkan
pasienmelihat objek lebih mudah dan memudahkan panggilan untuk pertolongan
biladiperlukan.
|
2.
|
Ansietas
b.d Perubahan pada status kesehatan.
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
: tidak terjadi kecemasan pada klien dan tidak ada perubahan status
kesehatan.
|
· Pasien mengungkapkan dan mendiskusikan
rasa cemas/takutnya.
· Pasien tampak rileks tidak
tegangdan melaporkan kecemasannya berkurang sampai pada tingkat dapat
diatasi.
|
1.
Kaji
tingkat kecemasan pasien dan catat adanya tanda- tanda verbal dan nonverbal.
2.
Beri
kesempatan pasien untuk mengungkapkan isipikiran dan perasaan takutnya.
3.
Observasi
tanda vital danpeningkatan respon fisik pasien.
4.
Beri
penjelasan pasien tentang prosedur tindakan operasi, harapandan akibatnya.
5.
Lakukan
orientasi danperkenalan pasienterhadap ruangan,petugas, dan peralatanyang
akan digunakan.
6.
Beri
penjelasan dansuport pada pasien padasetiap melakukan prosedurtindakan.
|
1.
Derajat
kecemasan akan dipengaruhi bagaimana informasi tersebut diterima oleh
individu.
2.
Mengungkapkan
rasa takut secara terbuka dimana rasa takut dapat ditujukan.
3.
Mengetahui
respon fisiologis yang ditimbulkan akibat kecemasan.
4.
Meningkatkan
pengetahuan pasien dalam rangka mengurangi kecemasan dan kooperatif.
5.
Mengurangi
kecemasan dan meningkatkan pengetahuan.
6.
Mengurangi
perasaan takutdan cemas.
|
3.
|
Kurang
pengetahuan b.d Kurang informasi tentang penyakit.
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
:
Klien lebih mengerti akan penyakitnya
|
· Klien menyatakan pemahaman
mengenai kondisi/proses penyakit & pengobatan.
|
1. Kaji informasi tentang kondisi individu, prgnosis,
tipe prosedur/lensa.
2. Informasikan pasien untuk menghindari tetes mata
yang dijual bebas.
3. Tekankan pentingnya evaluasi perawatan rutin. Beri
tahu untuk melaporkan penglihatan berawan.
4. Anjurkan pasien menghindari membaca, berkedip;
mengangkat berat, mengejan saat defekasi, membongkok pada panggul, meniup
hidung.
|
1. meningkatkan pemahaman dan meningkatkan kerja sama
dengan perawat.
2. Dapat bereaksi silang/campur dengan obat yang
diberikan.
3. pengawasan periodik menurunkan risiko komplikasi
serius.
4. aktivitas yang menyebabkan mata lelah/regang,
manuver Valsalva, atau meningkatkan TIO dapat mempengaruhi hasil bedah dan
mencetuskan perdarahan.
|
4.
|
Nyeri
b.d Luka pasca operasi.
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
: nyeri berkurang, hilang dan terkontrol.
|
· Nyeri berkuran.
· Klien terlihat lebih rileks
|
1. Dorong pasien untuk melaporkan tipe, lokasi dan
intensitas nyeri, rentang skala.
2. Pantau TTV.
3. Berikan tindakan kenyamanan.
4. Beritahu pasien bahwa wajar saja , meskipun lebih
baik untuk meminta analgesik segera setelah ketidaknyamanan menjadi
dilaporkan.
Kolaborasi :
5. Berikan obat sesuai indikasi
|
1. Nyeri dirasakan dimanifestasikan dan ditoleransi
secara individual.
2. Kecepatan jantung biasanya meningkat karena nyeri.
3. meningkatkan relaksasi.
4. adanya nyeri menyebabkan tegangan otot yang
menggangu sirkulasi memperlambat proses penyembuhan dan memperberat nyeri.
5. Rasionalisasi : Untuk mengontrol nyeri adekuat dan
menurunkan tegangan.
|
5.
|
Resiko tinggi terhadap cidera b.d Keterbatasan
penglihatan.
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
: cedera dapat dicegah
|
· Menyatakan pemahaman factor yang
terlibat dalam kemungkinancedera
· Mengubah lingkungan sesuai
indikasi untuk meningkatkan keamanan
|
1. Diskusikan apa yang terjadi pada pascaoperasi tentang nyeri, pembatasan
aktivitas, penampilan, balutan mata.
2. Beri pasien posisi bersandar, kepala tinggi atau miring ke sisi yang tak
sakit sesuai keinginan.
3. Batasi aktivitas seperti menggerakkan kepala tiba-tiba, menggaruk mata,
membongkok.
4. Ambulasi dengan bantuan; berikan kamar mandi khusus bila sembuh dari
anastesi.
|
1. Membantu mengurangi rasa takut dan meningkatkan kerja sama dalam
pembatasan yang diperlukan.
2. Istirahat hanya beberapa menit sampai
beberapa jam pada bedah rawat jalan atau menginap semalam bila terjadi
komplikasi. Menurunkan tekanan pada mata yang sakit, meminimalkan risiko
perdarahan atau stres pada jahitan/jahitan terbuka.
3. Menurunkan stres pada area operasi/menurunkan
TIO.
4. Memerlukan sedikit regangan daripada
penggunaan pispot, yang dapat meningkatkan TIO.
|
6.
|
Risiko
infeksi b.d efek samping prosedur invasive.
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
: tidak terjadi infeksi.
|
· Tidak ada tanda-tanda infeksi
seperti kemerahan dan iritasi.
|
1.
Diskusikan
pentingnya mencuci tangan sebelum menyentuh / mengobati mata.
2.
Gunakan
/ tunjukkan tekhnik yang tepat untuk membersihkan bola mata.
3.
Tekankan
pentingnya tidak menyentuh / menggaruk mata yang dioperasi.
4.
Berikan
obat sesuai indikasi.
Kolaborasi
:
5.
Berikan
obat sesuai indikasi.
|
1.
Menurunkan
jumlah bakteri pada tangan, mencegah kontaminasi area operasi.
2.
Tekhnik
aseptik menurunkan resiko penyebaran bakteri dan kontaminasi silang.
3.
Mencegah
kontaminasi dan kerusakan sisi operasi.
4.
Digunakan
untuk menurunkan inflamasi.
5.
Sediaan
topikal digunakan secara profilaksis, dimana terapi lebih diperlukan bila
terjadi infeksi.
|
7.
|
Resiko ketidakefektifan penatalaksanaan regimen terapeutik b.d
kurang pengetahuan, kurang sumber pendukung. Yang ditandai dengan, pertanyan atau peryataan salah
konsepsi, tak akurat mengikuti instruksi, terjadi komplikasi yang dapat
dicegah
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan: perawatan rumah berjalan efektif.
|
· Klien mampu mengidentifikasi kegiatan
keperawatan rumah (lanjutan) yang diperlukan
· Keluarga menyatakan siap untuk mendampingi
klien dalam melakukan perawatan
|
1.
Kaji
tingkat pengetahuan pasien tentang perawatan paska hospitalisasi.
2.
Terangkan
cara penggunaan obat-obatan.
3.
Berikan
kesempatan bertanya.
4.
Tanyakan
kesiapan klien paska hospitalisasi.
5.
Identifikasi
kesiapan keluarga dalam perawatan diri klien paska hospitalisasi.
6.
Terangkan
berbagai kondisi yang perlu dikonsultasikan.
|
1.
Sebagai
modalitas dalam pemberian pendidikan kesehatan tentang perawatan di rumah.
2.
Klien
mungkin mendapatkan obat tetes atau salep(topical).
3.
Meningkatkan
rasa percaya, rasa aman, dan mengeksplorasi pemahaman serta hal-hal yang
mungkin belum dipahami.
4.
Respon
verbal untuk meyakinkan kesiapan klien dalam perawatan hospitalisasi.
5.
Kesiapan
keluarga meliputi orang yang bertanggung jawab dalam perawatan, pembagian
peran dan tugas serta penghubung klien dan institusi pelayanan kesehatan.
6.
Kondisi
yang harus segera dilaporkan :
• Nyeri pada dan disekitar mata,
sakit kepala menetap.
• Setiap nyeri yang tidak berkurang
dengan obat pengurang nyeri.
• Nyeri disertai mata merah,
bengkak, atau keluar cairan : inflamasi dan cairan dari mata.
• Nyeri dahi mendadak.
• Perubahan ketajaman penglihatan,
kabur, pandangan ganda, selaput pada lapang penglihatan,
|
DAFTAR PUSTAKA
Brunner
dan Suddarth.(2001).Keperawatan Medikal Bedah Vol. 3. EGC : Jakarta
Barbara C, Long.(1996). Perawatan medikal bedah. EGC : Jakarta
Corwin, J Elizabeth.(2000). “buku saku patofisiologi”. EGC : Jakarta
Doenges, E. Marilynn. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3.EGC : Jakarta
Barbara C, Long.(1996). Perawatan medikal bedah. EGC : Jakarta
Corwin, J Elizabeth.(2000). “buku saku patofisiologi”. EGC : Jakarta
Doenges, E. Marilynn. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3.EGC : Jakarta