BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Penyakit jantung bawaan atau congenital heart disease adalah suatu
kelainan formasi dari jantung atau pembuluh besar dekat jantung.
“congenital” hanya berbicara tentang waktu tapi bukan penyebabnya, yang
artinya adalah “lahir dengan” atau “hadir pada kelahiran”.
Nama alternatif lainnya untuk penyakit jantung bawaan termasuk:
congenital heart defect, congenital heart malfomation, congenital
cardiovascular disease, congenital cardiovascular defect, dan congenital
cardiovascular malformation.
Penyakit jantung congenital adalah bentuk yang paling sering dijumpai
pada kerusakan utama pada kelahiran bayi-bayi, mempengaruhi hampir 1%
dari bayi-bayi baru lahir (8 dari 1000). Penyakit jantung congenital
dapat mempunyai beragam penyebab. Penyebab-penyebabnya termasuk faktor
lingkungan (seperti bahan-bahan kimia, obat-obatan dan infeksi-infeksi),
penyakit-penyakit tertentu ibu, abnormalitas chromosome,
penyakit-penyakit keturunan (genetic) dan faktor-faktor yang tidak
diketahui (Idiopathic).
Faktor-faktor lingkungan kadang-kadang yang bersalah. Contohnya, jika
seorang ibu mendapat German measles (rubella) selama kehamilan, maka
infeksinya dapat mempengaruhi perkembangan jantung dari bayi
kandungannya (dan juga organ-organ lainnya). Jika ibunya mengkonsumsi
alkohol selama kehamilan, maka fetusnya dapat menderita fetal alcohol
syndrome (FAS) termasuk PJB.
Exposure terhadap obat-obatan tertentu selama kehamilan dapat juga
menyebabkan PJB. Satu contoh adalah retinoic acid (nama merek Accutane)
yang digunakan untuk jerawat(acne). Contoh-contoh lain adalah obat-obat
anticonvulsant, terutama hydantoins (seperti Dilantin) dan valproate.
Penyakit-penyakit tertentu pada ibu dapat meningkatkan risiko
mengembangkan PJB pada fetus. Bayi-bayi dari wanita dengan diabetes
mellitus, terutama pada wanita-wanita yang gula darahnya kurang optimal
terkontrol selama kehamilan, berisiko tinggi mendapat PJB. Dan wanita
yang mempunyai penyakit keturunan phenylketonuria (PKU) dan tidak berada
pada special dietnya selama kehamilan, bertendensi juga mempunyai bayi
dengan PJB.
Kelainan chromosome dapat menyebabkan penyakit jantung congenital
(chromosome mengandung materi genetic, DNA). Pada kira-kira 3% dari
seluruh anak-anak dengan PJB dapat ditemukan kelainan chromosome.
1.2. Rumusan Masalah
Bagaimana asuhan keperawatan pada anak dengan PJB (CHD) ?
1.3. Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan PJB (CHD).
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui definisi dari PJB (CHD).
2. Mengetahui etiologi dari PJB (CHD).
3. Mengetahui patofisiologi dari PJB (CHD).
4. Mengetahui manifestasi klinis dari PJB (CHD).
5. Mengetahui pemeriksaan diagnostik PJB (CHD).
6. Mengetahui penatalaksanaan medis PJB (CHD).
7. Mengetahui komplikasi PJB (CHD).
8. Mengetahui deteksi PJB (CHD).
9. Mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan PJB (CHD).
1.4. Manfaat Penulisan
1.4.1. Manfaat teoritis
1. Bagi penulis, makalah ini dapat dijadikan sebagai sarana untuk
mendalami pemahaman tentang konsep penyakit PJB (CHD) pada anak.
2. Bagi pembaca, khususnya mahasiswa keperawatan dapat mengerti tentang
konsep penyakit PJB (CHD) yang sesuai dengan standart kesehatan demi
meningkatkan tingkat kesejahteraan masyarakat dan dapat dijadikan
sebagai referensi untuk penelitian yang lebih lanjut.
1.4.2. Manfaat praktis
Mahasiswa keperawatan dapat memberikan asuhan keperawatan kepada pasien anak dengan PJB (CHD) dengan baik.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi PJB (CHD)
Penyakit jantung kongenital atau penyakit jantung bawaan adalah
sekumpulan malformasi struktur jantung atau pembuluh darah besar yang
telah ada sejak lahir. Penyakit jantung bawaan yang kompleks terutama
ditemukan pada bayi dan anak. Apabila tidak dioperasi, kebanyakan akan
meninggal waktu bayi. Apabila penyakit jantung bawaan ditemukan pada
orang dewasa, hal ini menunjukkan bahwa pasien tersebut mampu melalui
seleksi alam, atau telah mengalami tindakan operasi dini pada usia muda.
Penyakit jantung bawaan adalah penyakit struktural jantung dan pembuluh
darah besar yang sudah terdapat sejak lahir. Perlu diingatkan bahwa
tidak semua penyakit jantung bawaan tersebut dapat dideteksi segera
setelah lahir, tidak jarang penyakit jantung bawaaan baru bermanifestasi
secara klinis setelah pasien berusia beberapa minggu, beberapa bulan,
bahkan beberapa tahun ( Markum, 1996).
2.2. Etiologi PJB (CHD).
Penyakit jantung bawaan dapat mempunyai beragam penyebab.
Penyebab-penyebabnya termasuk faktor lingkungan (seperti bahan-bahan
kimia, obat-obatan dan infeksi-infeksi), penyakit-penyakit tertentu ibu,
abnormalitas chromosome, penyakit-penyakit keturunan (genetic) dan
faktor-faktor yang tidak diketahui (idiopathic). Namun pada dasarnya
penyebab penyakit jantung bawaan ini berkaitan dengan kelainan
perkembangan embrionik, pada usia lima sampai delapan minggu, jantung
dan pembuluh darah besar dibentuk
Faktor-faktor lingkungan kadang-kadang yang dipersalahkan, contohnya
jika seorang ibu mendapat German measles (rubella) selama kehamilan,
maka infeksinya dapat mempengaruhi perkembangan jantung dari bayi
kandungannya (dan juga organ-organ lainnya). Jika ibunya mengkonsumsi
alkohol selama kehamilan, maka fetusnya dapat menderita fetal alcohol
syndrome (FAS) termasuk PJB.
Exposure terhadap obat-obatan tertentu selama kehamilan dapat juga
menyebabkan PJB. Satu contoh adalah retinoic acid (nama merek Accutane)
yang digunakan untuk jerawat (acne). Contoh-contoh lain adalah obat-obat
anticonvulsant, terutama hydantoins (seperti Dilantin) dan valproate.
Penyakit-penyakit tertentu pada ibu dapat meningkatkan risiko
mengembangkan PJB pada fetus. Bayi-bayi dari wanita dengan diabetes
mellitus, terutama pada wanita-wanita yang gula darahnya kurang optimal
terkontrol selama kehamilan, berisiko tinggi mendapat PJB. Dan wanita
yang mempunyai penyakit keturunan phenylketonuria (PKU) dan tidak berada
pada special dietnya selama kehamilan, bertendensi juga mempunyai bayi
dengan PJB.
Kelainan chromosome dapat menyebabkan penyakit jantung congenital
(chromosome mengandung materi genetic, DNA). Pada kira-kira 3% dari
seluruh anak-anak dengan PJB dapat ditemukan kelainan chromosome.
2.3. Kasifikasi PJB (CHD)
Terdapat berbagai cara penggolongan penyakit jantung bawaan.
Penggolongan yang sangat sederhana adalah penggolongan yang didasarkan
pada adanya sianosis serta vaskularisasi paru, yaitu :
1. PJB Non Sianotik Dengan Vaskularisasi Paru Bertambah
Terdapat defek pada septum ventrikel, atrium atau duktus yang tetap
terbuka adanya pirau (kebocoran) darah dari kiri kekanan karena tekanan
jantung dibagian kiri lebih tinggi dari pada bagian kanan, meliputi :
a. Defek septum ventrikel (VSD)
DSV terjadi bila sekat ventrikel tidak terbentuk dengan sempurna.
Akibatnya darah dari bilik kiri mengalir ke bilik kanan pada systole.
Manifestasi klinik
Pada pemeriksaan selain didapat pertumbuhan terhambat, anak terlihat
pucat, banyak keringat bercucuran, ujung-ujung jari hiperemik, diameter
dada bertambah, sering terlihat pembenjolan dada kiri. Tanda yang
menonjol adalah nafas pendek dan retraksi pada jugulum, sela intrakostal
dan region epigastrium. Pada anak yang kurus terlihat implus jantung
yang hiperdinamik.
Penatalaksanaan
Pasien dengan VSD besar perlu ditolong dengan obat-obatan untuk
mengatasi gagal jantung. Biasanya diberikan digoksin dan diuretik,
misalnya lasix. Bila obat dapat memperbaiki keadaan, yang dilihat dengan
membaiknya pernafasan dan bertambahnya berat badan, maka operasi dapat
ditunda sampai usia 2-3 tahun. Tindakan bedah sangat menolong karena
tanpa tindakan tesebut harapan hidup berkurang.
b. Defek septum atrium
Kelainan septum atrium disebabkan dari suatu lubang pada foramen ovale
atau pada septum atrium. Tekanan pada foramen oval atau septum atrium,
tekanan pada sisi kanan jantung meningkat.
Manifestasi klinis
Anak mungkin sering mengalami kelelahan dan infeksi saluran pernafasan
atas. Mungkin ditemukan adanya murmur jantung. Pada foto rongen
ditemukan adanya pembesaran jantung dan diagnosa dipastikan dengan
katerisasi jantung.
Penatalaksanaan
Kelainan tesebut dapat ditutup dengan dijahit atau dipasang suatu graft pembedahan jantung terbuka, dengan prognosis baik.
c. Duktus Atereosus Persisten
DAP terjadi bila duktus tidak menutup bila bayi lahir. Penyebab DAP
bermacam-macam, bisa karena infeksi rubela pada ibu dan prematuritas
Manifestasi klinis
Neonatus menunjukkan tanda-tanda respiratori distres seperti mendengkur
tacipnea dan retraksi. Sejalan dengan pertumbuhan anak maka anak akan
mengalami dyspnea, kardio megali, hipertrofi ventrikuler kiri akibat
penyesuaian jantung terhadap peningkatan volume darah, adanya tanda
‘machinery type’. Murmur jantung akibat aliran darah turbulen dari aorta
melewati duktus menetap. Tekanan darah sistolik mungkin tinggi karena
pembesaran ventrikel kiri.
Penatalaksanaan
Karena neonatus tidak toleransi terhadap pembedahan, kelainan biasnya
diobati dengan aspirin atau idomethacin yang menyebabkan kontraksi otot
lunak pada duktus arteriosus. Ketika anak berusia 1-5 tahun, cukup kuat
untuk dilakukan operasi.
2. PJB Non Sianotik Dengan Vaskularisasi Paru Normal.
a. Stenosis Aorta.
Pada kelainan inistriktura terjadi diatas atau dibawah katup aorta.
Katupnya sendiri mungkin terkena atau retriksi atau tersumnbat secara
total aliran darah
Manifestasi klinik
Anak menjadi kelelahan dan pusing sewaktu cardiac output menurun.
Tanda-tanda ini lebih nampak apabila pemenuhan kebutuhan terhadap O2
tidak terpenuhi, hal ini menjadi serius dapat menyebabkan kematian, ini
juga ditandai dengan adanya murmur sistolik yang terdengar pada batas
kiri sternum, diagnosa ditegakkan berdasarkan gambaran ECG yang
menunjukkan adanya hipertropi ventrikel kiri, dan dari kateterisasi
jantuing yang menunjukkan striktura.
Penatalaksanaan
Stenosis dihilangkan dengan insisi pada katup yang dilakukan pada saat anak mampu dilakukan pembedahan.
b. Stenosis pulmonal
Kelainan pada stenosis pulmonik, dijumpai adanya striktura pada katup, normal tetapi puncaknya menyatu.
Manifestasi klinik.
Tergantung pada kondisi stenosis. Anak dapat mengalami dyspnea dan
kelelahan, karena aliran darah ke paru-paru tidak adekuat untuk
mencukupi kebutuhan O2 dari cardiac output yang meningkat. Dalam keadaan
stenosis yang berat, darah kembali ke atrium kanan yang dapt
menyebabkan kegagalan jantung kongesti. Stenosis ini di diagnosis
berdasarkan murmur jantuing sistolik, ECG dan kateteerisasi jantung.
Penatalaksanaan
Stenosis dikoreksi dengan pembedahan paad katup yang dilakukan pada saat anak berusia 2-3 tahun.
c. Koarktasio Aorta
Kelainan pada koarktasi aorta, aorta berkontriksi dengan beberapa cara.
Kontriksi mungkin proksimal atau distal terhadap duktus arteriosus.
Kelainan ini biasanya tidak segera diketahui, kecuali pada kontriksi
berat. Untuk itu, penting melakukan skrening anak saat memeriksa
kesehatannya, khususnya bila anak mengikuti kegiatan-kegiatan olahh
raga.
Manifestasi klinik
Ditandai dengan adanya kenaikan tekanan darah, searah proksimal pada
kelainan dan penurunan secara distal. Tekanan darah lebih tinggi paad
lengan daripada kaki. Denyut nadi pada lengan terassa kuat, tetapi lemah
pada popliteal dan femoral. Kadang-kadang dijumpai adanya murmur
jantung lemah dengan frekuensi tinggi. Diagnosa ditegakkan dengan
aortagrapy.
Penatalaksanaan
Kelainan dapat dikoreksi dengan pengangkatan bagian aorta yang
berkontriksi atau anastomi bagian akhir, atau dengan cara memasukkan
suatu graf.
3. PJB sianotik dengan vaskularisasi paru berkurang
Tetralogi Of Fallot (TOF) adalah kelainan jantung dengan gangguan
sianosis yang ditandai dengan kombinasi 4 hal yang abnormal meliputi
defek septum ventrikel (VSD), obstruksi aliran keluar ventrikel kanan
(stenosis pulmonal), overriding aorta, dan hipertrofi ventrikel kanan
(Wahab, A, Samik, 2003).
Menurut Kirklin, tetralogi of fallot yang murni tidak hanya sederatan
kompleks tersebut diatas tetapi harus memenuhi syarat-syarat sebagai
berikut: VSD (defek sekat ventrikel) harus besar, paling sedikit harus
sebesar lubang aorta, stenosis pulmonal derajat tinggi, sedemikian
sehingga tekanan pada ventrikel kanan sama atau lebih besar daripada
tekanan pada ventrikel kiri. Dengan demikian jelas akan ada shunt dari
kanan ke kiri.
Sebenarnya, secara hemodinamik yang memegang peranan adalah adanya VSD
dan stenosis pulmonal. Dan dari kedua kelainan ini yang terpenting
adalah obstruksi atau stenosis pulmonal. Misalnya, VSD sedang kombinasi
dengan stenosis pulmonal ringan, tekanan pada ventrikel kanan masih
lebih rendah daripada tekanan ventrikel kiri. Tentu saja shunt akan
berjalan dari kiri ke kanan. Bila anak dan jantung semakin besar (karena
pertumbuhan), defek pada sekat ventrikel relatif lebih kecil, tetapi
derajat stenosis menjadi lebih berat, arah shunt dapat berubah. Pada
suatu saat dapat terjadi tekanan ventrikel kanan sama dengan ventrikel
kiri, meskipun defek pada sekat ventrikel besar, shunt tidak ada. Tetapi
bila keseimbangan ini terganggu, misalnya karena melakukan pekerjaan.
Isi sekuncup bertambah, tetapi obstruksi pada ventrikel kanan tetap,
tekanan pada ventrikel kanan lebih tinggi daripada tekanan ventrikel
kiri, shunt menjadi dari kanan ke kiri dan terjadilah sianosis. Jadi,
sebenarnya gejala klinis sangat tergantung pada derajat stenosis, juga
pada besarnya defek sekat.
Kadang-kadang darah dari atrium kanan dapat masuk ke atrium kiri melalui
foramen ovale yang terbuka karena tekanan pada atrium kanan menjadi
lebih besar daripada tekanan pada atrium kiri.
4. PJB Sianostik Dengan Vaskularisasi Paru Bertambah
a. Transposisi Arteri Besar
Apabila pembuluh darah besar mengalami transposisi aorta, arteri aorta
dan pulmonal secara anatomis akan terpengaruh. Anak tidak akan hidup
kecuali ada suatu duktus ariosus menetap atau kelainan septum
ventrikular atau atrium, yang menyebabkan bercampurnya darah
arteri-vena.
Manifestasi klinik
Transportasi pembuluh-pembuluh darah ini tergantung pada adanya kelainan
stsu stenosis. Stenosis kurang tampak apabila kelainan merupakan PDA
atau ASD atau VSD, tetapi kegagalan jantung akan terjadi.
Penatalaksanaan
Pembedahan paliatif dilakukan agar terjadi percampuran darah. Pada saat
prosedur suatu kateter balon dimasukkan ketika katerisasi jantung untuk
memperbesar kelainan septum intra arterial. Pada cara blalock Halen
dibuat suatu kelainan septum atrium. Pada Edward vena pulmonale kanan.
Cara Mustard digunakan untuk koreksi yang permanent septum dihilangkan
dibuatkan sambungan sehingga darah yang teroksigenasi dari vena
pulmonalis kembali ke ventrikel kanan untuk sirkulasi tubuh dan darah
tidak terosigenasi kembali dari vena cava ke arteri pulmonale untuk
keperluan sirkulasi paru – paru. Kemudian akibat kelainan ini telah
berkurang secara nyata dengn adanya koreksi dan paliatif
2.3. Patofisiologi PJB (CHD)
Dalam keadaan normal darah akan mengalir dari daerah yang bertekanan
tinggi ke daerah yang bertekanan rendah. Daerah yang bertekanan tinggi
ialah jantung kiri sedangkan yang bertekanan rendah adalah jantung
kanan. Sistem sirkulasi paru mempunyai tahanan yang rendah sedangkan
sistem sirkulasi sistemik mempunyai tahanan yang tinggi. Apabila terjadi
hubungan antara rongga-rongga jantung yang bertekanan tinggi dengan
rongga-rongga jantung yang bertekanan rendah akan terjadi aliran darah
dari rongga jantung yang bertekanan tinggi ke rongga jantung yang
bertekanan rendah.
Sebagai contoh adanya defek pada sekat ventrikel, maka akan terjadi
aliran darah dari ventrikel kiri ke ventrikel kanan. Kejadian ini
disebut pirau (shunt) kiri ke kanan. Sebaliknya pada obstruksi arteri
pulmonalis dan defek septum ventrikel tekanan rongga jantung kanan akan
lebih tinggi dari tekanan rongga jantung kiri sehingga darah dari
ventrikel kanan yang miskin akan oksigen mengalir melalui defek tersebut
ke ventrikel kiri yang kaya akan oksigen, keadaan ini disebut dengan
pirau (shunt) kanan ke kiri yang dapat berakibat kurangnya kadar oksigen
pada sirkulasi sistemik.
Kadar oksigen yang terlalu rendah akan menyebabkan sianosis. Kelainan
jantung bawaan pada umumnya dapat menyebabkan hal-hal sebagai berikut :
– Peningkatan kerja jantung, dengan gejala : kardiomegali, hipertrofi, takhikardia.
– Curah jantung yang rendah, dengan gejala : gangguan pertumbuhan, intoleransi terhadap aktivitas.
– Hipertensi pulmonal, dengan gejala : dispnea, takhipnea
– Penurunan saturasi oksigen arteri, dengan gejala: polisitemia, asidosis, sianosis.
Pathway
2.4. Manifestasi Klinis PJB (CHD)
Gejala-gejala dan tanda-tanda dari PJB dihubungkan dengan tipe dan
keparahan dari kerusakan jantung. Beberapa anak tidak mempunyai gejala
atau tanda-tanda, dimana yang lainnya mengembangkan sesak napas,
cyanosis (warna kulit yang biru disebabkan berkurangnya oksigen didalam
darah), nyeri dada, syncope, kurang gizi atau kurang pertumbuhannya.
Kerusakan atrial septal (sebuah lubang di dinding antara atrium kanan
dan kiri), misalnya dapat menyebabkan sedikit atau sama sekali tidak ada
gejala. Kerusakan dapat berlangung tanpa terdeteksi untuk puluhan
tahun.
Aortic Stenosis (halangan aliran darah pada klep aortic karena katup
yang abnormal) juga umumnya tidak menyebabkan gejala-gejala terutama
ketika stenosis (penyempitan) ringan. Pada kasus aortic stenosis berat
yang mana kasus ini jarang terjadi, gejala-gejala dapat timbul selama
masa bayi dan anak-anak. Gejala-gejala dapat termasuk pingsan, pusing,
nyeri dada, sesak napas dan keletihan yang luar biasa.
Ventricular septal defect (VSD) adalah contoh lain dimana gejala-gejala
berhubungan dengan kerusakan yang berat. VSD adalah suatu lubang
didinding antara kedua ventrikel. Ketika kerusakannya kecil, anak-anak
tidak menderita gejala-gejala, dan satu-satunya tanda VSD adalah suara
desiran jantung yang keras. Jika lubangnya besar, dapat terjadi gagal
jantung, kurang gizi dan pertumbuhan yang lambat. Pada kasus-kasus yang
lain dengan komplikasi pulmonary hypertension yang permanen (kenaikan
tekanan darah yang parah pada arteri-arteri dari paru-paru), cyanosis
dapat terjadi.
Tetralogy of Fallot (TOF) adalah suatu kerusakan jantung yang merupakan
kombinasi dari VSD dan halangan aliran darah keluar dari ventricle
kanan. Cyanosis adalah umum pada bayi dan anak-anak dengan TOF. Cyanosis
dapat timbul segera setelah kelahiran dengan episode mendadak dari
cyanosis parah dengan pernapasan yang cepat bahkan mungkin menjadi
pingsan. Selama latihan, anak-anak yang lebih dewasa dengan TOF bisa
mendapat sesak napas atau pingsan.
Coarctation dari aorta adalah bagian yang menyempit dari arteri besar
ini. Umumnya tidak ada gejala waktu kelahiran, namun hal ini dapat
berkembang lebih awal, misalnya minggu pertama sesudah kelahiran.
Seorang bayi dapat mengalami gagal jantung congestive atau hipertensi.
2.5. Pemeriksaan Diagnostik PJB (CHD)
– Radiologi: foto rontgen dada hampir selalu terdapat kardiomegali.
– Elektrokardiografi/EKG, menunjukkan adanya gangguan konduksi pada
ventrikel kanan dengan aksis QRS bidang frontal lebih dari 90°.
– Pemeriksaan dengan Doppler berwarna : digunakan untuk mengevaluasi aliran darah dan arahnya.
– Ekokardiografi, bervariasi sesuai tingkat keparahan, pada PDA kecil
tidak ada abnormalitas, hipertrofi ventrikel kiri pada PDA yang lebih
besar. sangat menentukan dalam diagnosis anatomik.
– Kateterisasi jantung untuk menentukan resistensi vaskuler paru
2.6. Penatalaksanaan Medis PJB (CHD)
2.6.1. Penatalaksanaan Konservatif
1. Restriksi cairan dan bemberian obat-obatan
– Furosemid (lasix) diberikan bersama restriksi cairan untuk
meningkatkan diuresis dan mengurangi efek kelebihan beban kardiovaskular
– Pemberian indomethacin (inhibitor prostaglandin) untuk mempermudah
penutupan duktus, pemberian antibiotik profilaktik untuk mencegah
endokarditis bakterial.
2. Pembedahan :
– Operasi penutupan defek
– Pemotongan atau pengikatan duktus (dianjurkan saat berusia 5-10 tahun)
– Obat vasodilator, obat antagonis kalsium untuk membantu pada pasien
dengan resistensi kapiler paru yang sangat tinggi dan tidak dapat
dioperasi.
– Pemotongan atau pengikatan duktus tanpa pembedahan dilakukan dengan
cara penutupan dengan alat penutup dilakukan pada waktu kateterisasi
jantung.
2.7. Komplikasi PJB (CHD)
– Endokarditis
– Obstruksi pembuluh darah pulmonal
– CHF
– Hepatomegali
– Enterokolitis nekrosis
– Gangguan paru yang terjadi bersamaan
– Perdarahan gastrointestinal (GI)
– Penurunan jumlah trombosit
– Hiperkalemia
– Aritmia
– Gagal tumbuh
2.8. Deteksi Dini PJB (CHD)
Penyakit jantung bawaan merupakan kelainan bawaan yang sering ditemukan,
yaitu berkisar 10% dari seluruh kelainan bawaan dan PJB sering menjadi
penyebab utama kematian pada masa neonatus. Perkembangan di bidang
diagnostik, tatalaksana medikamentosa dan tehnik intervensi non bedah
maupun bedah jantung dalam 40 tahun terakhir memberikan harapan hidup
sangat besar pada neonatus dengan PJB yang kritis. Bahkan dengan
perkembangan ekokardiografi fetal, telah dapat dideteksi defek anatomi
jantung, disritmia serta disfungsi miokard pada masa janin.
Usaha pencegahan terhadap timbulnya gangguan organogenesis jantung pada
masa janin, sampai saat ini masih belum memuaskan, walaupun sudah dapat
diidentifikasi adanya multifaktor yang saling berinteraksi yaitu faktor
genetik dan lingkungan.
Walaupun cara diagnostik canggih dan akurat telah berkembang dengan
pesat, namun hal ini tidak bisa dilakukan oleh setiap dokter terutama di
daerah dengan sarana diagnostik yang belum memadai. Hal ini tidak
menjadi alasan bahwa seorang dokter tidak mampu membuat diagnosis dini
dan sekaligus terapi awal, yang dilanjutkan dengan rujukan untuk terapi
definitif yaitu bedah korektif di pusat pelayanan jantung. Oleh karena
itu, perlu dipahami perubahan-perubahan sirkulasi fetal ke neonatal dan
berbagai penyimpangannya dalam periode minimal 1 bulan pertama.
Keberhasilan deteksi dini merupakan awal keberhasilan tatalaksana
lanjutan PJB kritis pada neonatus.
Gejala sianosis sentral pada penyakit jantung bawaan biru (Cardiac
cyanosis) sering belum terdeteksi pada saat neonatus keluar rumah sakit.
Terdapat beberapa keadaan yang juga memberikan gejala hampir sama yaitu
:
1. Penyakit parenkhim paru
Penyakit parenkhim paru selalu disertai distres nafas yang segera
memerlukan ventilator dan ditemukan kelainan pada pemeriksaan foto polos
dada
2. Sirkulasi fetal persisten
Sirkulasi fetal yang persisten akibat faktor intrauterin sehingga
dinding arteria pulmonalis tetap menebal dan tekanannya tetap tinggi
yang sering ditandai distres nafas yang ringan atau sedang, riwayat
asfiksia, sindroma aspirasi mekonium dan prematuritas serta riwayat ibu
mengkonsumsi steroid pada bulan terakhir kehamilan.
3. Kelainan sistem saraf sentral
4. Kelainan hematologi
Tetap terbukanya duktus pada beberapa jam atau hari setelah lahir akan
mempertahankan pasokan darah ke sistem sirkulasi paru tetap normal
(ductus dependent pulmonary circulation). Kondisi ini meniadakan gejala
sianosis sentral (masking effect) sehingga tidak ada persangkaan adanya
PJB biru pada neonatus yang sedang kita hadapi. Peningkatan kebutuhan
oksigen oleh tangisan atau aktivitas minum serta peningkatan saturasi
oksigen kearah nilai normal mengakibatkan rangsangan penutupan duktus.
Pada saat ini baru timbul gejala sianosis sentral walaupun kadang masih
bersifat transient, yaitu terutama pada saat menangis atau aktivitas
minum. Penutupan duktus masih terjadi secara anatomis tetapi secara
fungsionil masih terbuka. Pada kondisi seperti ini pemeriksaan saturasi
oksigen secara serial dengan cara pulse oxymetri memang diperlukan.
Hyperoxic-test, pemberian oksigen 100 % dengan kecepatan 1 liter/menit
selama 10 menit, bila saturasi O2 >98% bukan PJB sianosis, bila
saturasi O2 >90% kemungkinan suatu PJB sianosis, tapi bila saturasi
O2 tetap V.kiri
Backward mechanism
Darah kembali ke atrium kiri
Kembali ke paru via vena pulmonalis
Edema paru
Kemampuan recoil n complience paru
Sesak Ketidakefektifan Pola Napas
5 DO:
– GDA abnormal
– Frekuensi, irama dan kedalaman napas abnormal
– Diaforesis
– Hiperkapnea
– Hipoksia
– PCH
– Somnolen
– Takikardi
DS :- Edema paru
Kemampuan recoil n complience paru
gangguan pada jar.paru
gangguan pertukaran gas Gangguan Pertukaran Gas
6 DO:
– Tidak tertarik untuk makan
– BB turun atau tidak mengikuti kurva pertumbuhan
– Bising usus hiperaktif
– Konjunctiva dan membran mukosa pusat
– Tonus otot buruk
DS :- sesak
nafsu makan menurun
ketidakseimbangan nutrisi Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh
7 DO:
– Perubahan status mental
– Penurunan TD
– Nadi melemah
– Turgor kulit menurun
– Kulit dan membran mukosa mengering
– Ht meningkat
– kelemahan
DS :- sesak
kesulitan minum
Resiko Kekurangan Volume Cairan Resiko Kekurangan Volume Cairan
8 DO:
– Ukuran tubuh tidak sesuai umur (grafik pertumbuhan)
DS :- Perfusi ke sel
Lack of nutrient
Sel kekurangan nutrisi
Regenerasi dan pertumbuhan terganggu
gangguan tumbuh kenbang Gangguan Tumbuh Kembang
9 DO:
– perubahan aktual pada struktur tubuh (clubbing finger)
DS : – Sianosis kronis
Clubbing finger
GG. body image Gangguan Body Image
10 DO:
– Denyut jantung dan TD abnormal sbg respon thd aktivitas
– Perubahan EKG selama aktivitas yg menunjukkan aritmia atau iskemia
DS :- perfusi sel menurun
Lack of O2
Aerob anaerob
ATP
Energi
Kelemahan
Intoleransi aktivitas Intoleransi Aktivitas
11 DO:-
DS :- darah membendung di V.kanan
Darah stuck di dlm jantung
Kemungkinan adanya MO hematogen
Menginfeksi jantung
Resiko infeksi Resiko Infeksi
3.3. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan kegagalan fungsi jantung.
2. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penurunan fungsi pompa.
3. Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan fungsi pompa.
4. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan edema paru akibat mekanisme backward.
5. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan pada jaringan paru akibat edema paru.
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan energi yang dihasilkan dari metabolisme yang berubah.
7. Gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan ketidakcukupan nutrisi untuk regenerasi dan perkembangan sel-sek tubuh.
8. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan nafsu makan akibat sesak.
9. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan kesulitan minum akibat sesak napas.
10. Resiko infeksi berhubungan dengan pembendungan darah dalam jantung.
11. Gangguan body image berhubungan dengan adanya clubbing finger akibat sianosis yang kronik
3.4. Rencana Keperawatan
No. Dx.keperawatan Tujuan/KH Intervensi Rasional
1 Penurunan curah jantung berhubungan dengan kegagalan fungsi jantung.
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama …x24 jam pasien dapat
mentoleransi gejala-gejala akibat penurunan curah jantung.
Kriteria hasil :
1. TTV dalam ambang normal
2. Pasien dapat beristirahat dengan tenang
3. Saturasi oksigen normal
4. Tidak menunjukkan tanda-tanda sianosis
5. GCS normal 1. Monitor tanda-tanda vital, Observasi kwalitas dan
kekuatan denyut jantung, nadi perifer, warna dan kehangatan kulit.
2. Informasikan dan anjurkan tentang pentingnya istirahat yang adekuat.
3. Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal / masker sesuai indikasi
4. Identifikasi derajat cyanosis ( sircum oral, membran mucosa, clubbing)
5. Kaji perubahan pada sensori, contoh letargi, bingung disorientasi cemas
6. Secara kolaborasi, berikan tindakan farmakologis berupa digitalis,
digoxin 1. Abnormalitas TTV, terutama pulsasi nadi dan jantung
menunjukkan ketidakadekuatan curah jantung.
2. Istirahat dapat mengurangi beban kerja jantung.
3. Oksigen tambahan dapat membantu pemenuhan saturasi oksigen tanpa menggunakan energi yang berlebih.
4. Sianosis menunjukkan tanda keinadekuatan perfusi karena penurunan curah jantung.
5. Penurunan kesadaran dapat dikarenakan ketidakadekuatan curah jantung.
6. Digitalis dapat memperkuat kerja jantung sehingga kebutuhan dapat terpenuhi.
2 Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penurunan fungsi pompa. Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan dapat mempertahankan tingkat kesadaran, kognisi, dan fungsi motorik/sensori.
Kriteria hasil:
1. Tanda vital stabil
2. tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK
3. tingkat kesadaran mambaik.
4. Saturasi oksigen normal 1. Pantau/catat status neurologis secara teratur dan bandingkan dengan nilai standar GCS.
2. Evaluasi keadaan pupil, ukuran, kesamaan antara kiri dan kanan, respon terhadap cahaya.
3. Pantau tanda-tanda vital: TD, nadi, frekuensi nafas, suhu.
4. Bantu pasien untuk menghindari/membatasi batuk, muntah, mengejan.
5. Tinggikan kepala pasien 15-45 derajat.
6. Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi. 1. Mengkaji tingkat
kesadaran dan potensial peningkatan TIK dan bermanfaat dalam menentukan
lokasi, perluasan dan perkembangan kerusakan SSP.
2. Reaksi pupil diatur oleh saraf cranial okulomotor (III) berguna untuk
menentukan apakah batang otak masih baik. Ukuran/kesamaan ditentukan
oleh keseimbangan antara persarafan simpatis dan parasimpatis. Respon
terhadap cahaya mencerminkan fungsi yang terkombinasi dari saraf kranial
optikus (II) dan okulomotor (III).
3. Peningkatan TD sistemik yang diikuti oleh penurunan TD diastolik
(nadi yang membesar) merupakan tanda terjadinya peningkatan TIK, jika
diikuti oleh penurunan kesadaran.
4. Aktivitas ini akan meningkatkan tekanan intrathorak dan intraabdomen yang dapat meningkatkan TIK.
5. Meningkatkan aliran balik vena dari kepala sehingga akan mengurangi
kongesti dan oedema atau resiko terjadinya peningkatan TIK.
6. Menurunkan hipoksemia, yang mana dapat meningkatkan vasodilatasi dan volume darah serebral yang meningkatkan TIK.
3 Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan fungsi pompa. Tujuan:
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama …x24 jam pasien dapat menunjukkan perfusi yang adekuat.
Kriteria Hasil :
1. TTV dalam rentang normal
2. Tidak menunjukkan tanda-tanda sianosis, suhu ekstremitas hangat
3. Denyut distal dan proksimal kuat dan simetris
4. Tingkat sensasi normal 1. Observasi TTV
2. Observasi adanya tanda-tanda sianosis dan gangguan perfusi (kebiruan pada ujung ekstremitas, mukosa, akral dingin)
3. Palpasi dan observasi pulsasi nadi perifer
4. Berikan rangsangan pada daerah perirer, misal pada ujung kaki 1. TTV normal menunjukkan kenormalan sistem tubuh.
2. Sianosis menunjukkan ketidakadekuatan perfusi
3. Pulsasi yang kuat pada bagian distal dapat mengindikasikan keadekuatan perfusi.
4. Adanya parasthesia mengindikasikan keinadekuatan perfusi
4 Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan edema paru akibat mekanisme backward. Tujuan:
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama …x24 jam pasien dapat menunjukkan keefektifan pola napas.
Kriteria Hasil :
1. Frekuensi napas dalam ambang normal, napas tanpa usaha yang berlebihan
2. Chest expansion yang normal
3. GDA dan Hb dalam ambang normal
4. Anak dalam keadaan tenang 1. Evaluasi frekuensi pernafasan dan kedalaman. Catat upaya pernafasan
2. Observasi penyimpangan dada, selidiki penurunan ekspansi paru atau ketidak simetrisan gerakan dada.
3. Kaji ulang hasil GDA, Hb sesuai indikasi
4. Minimalkan menangis atau aktivitas pada anak 1. Frekuensi napas yang
tinggi menunjukkan usaha pemenuhan oksigen demand yang berarti masih
adanya masalah pada pemenuhan permintaan oksigen
2. Kelainan dapat terlihat pada penggunaan otot bantu napas dalam memenuhi kebutuhan oksigen.
3. GDA dan Hb normal menunjukkan keseimbangan hemostasis.
4. Menangis dan aktivitas berlebihan dapat menyebabkan oksigen demand semakin bertambah.
5 Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan pada jaringan paru akibat edema paru. Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien menunjukkan mekanisme pertukaran gas yang baik.
Kriteria hasil:
1. Tidak terdapat dyspnea, tarikan dinding dada dan PCH tidak ada atau berkurang
2. tidak terdapat suara napas tambahan
3. blood gas dalam batas normal 1. Pantau frekuensi, irama, kedalaman
pernapasan setiap 1 jam. Catat ketidakteraturan pernapasan, pantau
kepatenan oksigenasi
2. Auskultasi suara napas, perhatikan daerah hipoventilasi dan adanya
suara tambahan yang tidak normal misal: ronkhi, wheezing, krekel.
3. Lakukan tes uji BGA. 1. Perubahan dapat menandakan awitan komplikasi
pulmonal atau menandakan lokasi/luasnya keterlibatan otak.
2. Adanya obstruksi dapat menimbulkan tidak adekuatnya pengaliran volume
dan menimbulkan penyebaran udara yang tidak adekuat. Untuk
mengidentifikasi adanya masalah paru seperti atelektasis, kongesti, atau
obstruksi jalan napas yang membahayakan oksigenasi cerebral dan/atau
menandakan terjadinya infeksi paru.
3. Gangguan pertukaran gas dapat menyebabkan masalah yang lebih serius, misalnya Asidosis metabolik.
6 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan energi yang
dihasilkan dari metabolisme yang berubah. a. Kaji perkembangan
peningkatan tanda-tanda vital, seperti adanya sesak
b. Bantu pasien dalam aktivitas yang tidak dapat dilakukannya
c. Dukung pemenuhan nutrisi
7 Gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan ketidakcukupan nutrisi untuk regenerasi dan perkembangan sel-sek tubuh. Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan anak dapat mengalami
pertumbuhan dan perkembangan sesuai dengan kurva pertumbuhan atau
perkembangan dan mampu melakukan aktivitas yang sesuai dengan usianya.
Kriteria hasil:
1. Pertumbuhan dan perkembangan sesuai dengan usia anak. 1. Berikan diet/nutrisi yang cukup.
2. Monitor pertumbuhan dan perkembangan.
3. Berikan suplemen besi.
4. Berikan kebebasan anak mengekspresikan aktivitasnya dan membantu anak
untuk melakukan tugas perkembangan sesuai usianya. 1. Memperbaiki
status gizi.
2. Untuk mengetahui/mengontrol tingkat pertumbuhan dan perkembangan.
3. Untuk mencegah terjadinya anemia.
4. Untuk menghindari stress dan membantu anak dalam perkembangannya.
8 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan nafsu makan akibat sesak. Tujuan:
Setelah diberikan Asuhan keperawatan selama …x24 jam pasien akan menunjukkan keseimbangan nutrisi.
Kriteria Hasil :
1. Intake nutrisi adekuat
2. BB dalam ambang normal sesuai usia
3. Kebutuhan nutrisi terpenuhi a. Anjurkan ibu untuk terus menyusui walaupun sedikit tapi sering
b. Pasang IV infus jika terajdi ketidak adekuatan nutrisi
c. Jika anak sudah tidak menyusu, berikan makanan sedikit tapi sering dengan diet sesuai instruksi
d. Observasi pemberian makanan atau menyusui 1. ASI memberikan cukup ntrisi untuk bayi yang masih menyusu
2. Nutrisi parenteral membantu memenuhi kebutuhan nutrisi yang tidak dapat masuk secara peroral
3. Makanan sedikit tapi sering dapat menstimulasi keinginan anak untuk makan lenih banyak.
4. Pemberian makan secara intensif dapat memperbaiki status gizi anak.
BAB 4
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Penyakit jantung bawaan (PJB) adalah penyakit dengan kelainan pada
struktur jantung atau fungsi sirkulasi jantung yang dibawa dari lahir
yang terjadi akibat adanya gangguan atau kegagalan perkembangan struktur
jantung pada fase awal perkembangan janin. Ada 2 golongan besar PJB,
yaitu non sianotik (tidak biru) dan sianotik (biru) yang masing-masing
memberikan gejala dan memerlukan penatalaksanaan yang berbeda.
Adapun jenis kelainan pada penyakit jantung bawaan sangat bervariasi,
ada yang hanya menyebabkan gangguan ringan pada fungsi jantung tetapi
ada juga kelainan yang cukup fatal hingga mengganggu fungsi kerja
jantung dalam mendistribusikan darah ke seluruh tubuh. Pada umumnya
kelainan Jantung bawaan dapat dideteksi sejak lahir, namun tak jarang
gejalanya baru muncul setelah bayi berumur beberapa minggu atau beberapa
bulan.
Gejala umum dari penyakit jantung bawaan adalah sesak nafas dan bibir
terlihat kebiru-biruan. Kelainan yang termasuk dalam penyakit Jantung
bawaan banyak sekali jenis nya, mencakup gangguan pada bilik dan atau
serambi jantung serta gangguan pada pembuluh darah jantung. Apapun jenis
kelainan pada penyakit jantung bawaan, semuanya mengakibatkan
ketidaklancaran sirkulasi darah, karena Jantung sebagai salah satu organ
vital dalam tubuh memiliki tugas memompa dan mengalirkan darah
keseluruh bagian tubuh.
4.2. Saran
Setelah membaca makalah ini diharapkan dapat menambah pengetahuan
tentang PJB, sehingga dapat lebih mengenali dengan gejala-gejala yang
ditimbulkan, baik gejala yang dapat dirasakan maupun tidak, serta dapat
memberikan asuhan keperawatan dengan sebaik-baiknya.
DAFTAR PUSTAKA
A.H Markum. (1991. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak jilid 1. Jakarta : Fakultas kedokteran UI
Anderson RH, Macartney FJ, Shinebourne EA, Tynan M. (1987). Fetal
circulation and circulatory changes at birth. In : Anderson RH,
Macartney FJ, Shinebourne EA and Tynan M, eds. Paediatric Cardiology.
Vol.2 Churchill Livingstone, 1987: 109.
Artman M, Mahony L, Teitel DF. (2002). Neonatal Cardiology. The McGraw-Hill Companies Medical Publishing Division.
Carpenito J.Lynda. (2001). Diagnosa Keperawatan edisi 8. Jakarta : EGC
Doengoes, Marylin E. (2000). Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan. Edisi 3 EGC. Jakarta.
Madiyono B. (1997). Kardiologi anak masa lampau, kini, dan masa
mendatang : Perannya dalam pencegahan dan penanggulangan penyakit
kardiovaskuler. Jakarta : Pidato pada upacara pengukuhan sebagai guru
besar tetap dalam ilmu kardiologi anak pada Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Ontoseno T. (1996). Kelainan Jantung Bawaan Dan Etiologinya Masa Kini. Buletin Toraks Kardiovaskuler Indonesia.
Saenz RB, Diane KB, Laramie C. Triplett, M.D. (2003). Caring for Infants
with Congenital Heart Disease and Their Families. University of
Mississippi Medical Center Jackson, Mississippi American academy of
Family Physician.
Wilkinson JL. (2002). Initial management and referral for surgical
intervention of neonates with critical congenital heartd disease.
Indones J Pediatr Cardiol
Anonim. (2010). Penyakit Jantung Bawaan. [Internet]. Bersumber dari : http://www.totalkesehatananda.com/congenital1.html. (Diakses pada tanggal 14 Desember 2012, pukul 08.47 WIB)
Anonim. (2011). Jenis dan Gejala Penyakit Jantung Bawaan (PJB) Biru. [Internet]. Bersumber dari : http://www.ayahbunda.co.id/Artikel/gizi+dan+kesehatan/Bayi/jenis.dan.gejala.penyakit.jantung.bawaan.pjb.biru/001/001/1637/63/3. (Diakses pada tanggal 14 Desember 2012, pukul 08.47 WIB)
Anonim. (2012). Askep Kelainan Jantung Bawaan. [Internet]. Bersumber dari : http://junitri.wordpress.com/2012/04/24/askep-kelainan-jantung-bawaan/. (Diakses pada tanggal 14 Desember 2012, pukul 08.47 WIB)
Anonim.(2012). Penyebab Kerusakan Jantung Bawaan. [Internet]. Bersumber dari : http://www.anakku.net/penyakit-jantung-bawaan-pada-bayi-baru-lahir.html. (Diakses pada tanggal 14 Desember 2012, pukul 08.47 WIB)
Febrina, D, Rizkia. (2011). Penyakit jantung bawaan. [Internet]. Bersumber dari : http://id.scribd.com/doc/55410647/penyakit-jantung-bawaan. (Diakses pada tanggal 14 Desember 2012, pukul 08.47 WIB)
Hanifah, Rizka. (2010). Deteksi Dini dan Tata Laksana Penyakit Jantung Bawaan. [Internet]. Bersumber dari : http://www.berbagimanfaat.com/2010/05/deteksi-dini-dan-tata-laksana-pjb.html. (Diakses pada tanggal 14 Desember 2012, pukul 08.47 WIB)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar